STRATEGIC ASSESSMENT. Pemerintah terus mendorong akselerasi transformasi digital pemerintah melalui berbagai insentif dan kebijakan. Menteri PAN-RB Abdullah Azwar Anas bertemu dengan sejumlah praktisi dan ahli digital untuk meminta masukan terkait percepatan transformasi digital pemerintahan. “Transformasi digital pelayanan publik dijalankan lewat skema Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Pemerintah menyiapkan govtech untuk mengintegrasikan semua layanan secara bertahap sesuai arahan Presiden Jokowi,” ujar Anas.
Ia menjelaskan, transformasi digital akan mempercepat pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu pemerintah akan mengurangi aplikasi pemerintahan agar lebih efektif.
“Ini akan mempercepat layanan. Dari ribuan aplikasi nanti akan diperkecil dan ke rakyat dampaknya akan banyak. Ke depan kalau dulu orang mengisi berulang-ulang lewat berbagai isian, ke depan cukup pakai face recognition akan selesai. Apakah mungkin? Mungkin,” bebernya.
Menurutnya digitalisasi tak sekadar menciptakan aplikasi baru. Bahkan terlalu banyak aplikasi justru mempersulit masyarakat mendapatkan pelayanan. “Akhirnya banyak sekali ribuan aplikasi yang justru mempersulit rakyat mendapatkan layanan,” tegasnya.
Anas mengatakan, digitalisasi adalah jalan tol pelayanan publik. Digitalisasi akan mempercepat dan mengintegrasikan beragam pelayanan publik, sehingga dampaknya lebih optimal ke masyarakat, mulai untuk mengejar target pengentasan kemiskinan, peningkatan investasi, dan penyelesaian berbagai permasalahan masyarakat.
Anas menyampaikan, arah transformasi digital Indonesia sudah berada di jalur yang tepat sebagaimana praktik baik di negara dengan e-government terdepan, seperti Inggris, Estonia, dan Australia. Menurutnya masukan dari praktisi dan ahli digital semakin mendetailkan arah percepatan transformasi digital pelayanan publik.
Di Indonesia sendiri ada puluhan ribu aplikasi di lingkungan pemerintah. Arahan Presiden Jokowi jelas, yaitu bertahap diintegrasikan agar tidak menyusahkan rakyat. Saat ini, lanjut Anas, sedang siapkan Perpres Transformasi Digital dan Keterpaduan Layanan Digital Nasional yang akan melipatgandakan langkah transformasi di Tanah Air.
Sementara itu, pengamat politik dan kebijakan publik Dr. Ade Reza Hariyadi mengatakan, langkah yang tepat dari Kemenpan RB sebagai respon terhadap perkembangan ekosistem pelayanan publik yang berbasis digital.
“Selain itu, postur birokrasi yang disusun berbasis fungsi juga akan meningkatkan kapasitas responsif (agile government) dalam pelayanan publik, efektivitas dan efisiensi dalam belanja birokrasi yang selama ini menempati porsi terbesar dalam postur APBN maupun APBD,” ujar doktor lulusan Universitas Indonesia ini seraya menambahkan, agar kebijakan pemangkasan jabatan ASN di daerah ini dapat berjalan efektif, maka perlu sosialisasi secara intensif dan mendapat dukungan politik dari pemerintahan daerah, terutama para kepala daerah dan legislatifnya.
“Hal ini penting karena pembengkakan postur birokrasi di daerah pada umumnya terjadi karena kepentingan politik di daerah dalam proses penyusunan organisasi perangkat daerah,” ujar Ade yang juga Dekan FIA Unkris, Jakarta ini.
Sedangkan, Komjen Pol Purn Ito Sumardi merespons bahwa meskipun tujuannya baik untuk efiktifitas dan efisiensi namun sebagian besar masyarakat Indonesia masih belum familiar dengan teknologi informasi yang diterapkan sehingga justru menyulitkan dan membingungkan masyarakat luas.
“Aplikasi-aplikasi yang digunakan kurang tersosialisasikan dan membuat masyarakat menjadi bingung,” ujar purnawirawan polisi berpangkat bintang tiga ini.
Sementara itu, Achmad Yakub mengatakan, pemerintah terus mendorong akselerasi transformasi digital pemerintah melalui berbagai insentif dan kebijakan.
“Niat baik meningkatkan pelayanan publik dengan adanya ribuan aplikasi Pemerintah, justru akan membuat sulit rakyat,” tambah caleg PPP dari Dapil Sumatera Selatan ini seraya menambahkan, untuk itu transformasi digital ini dengan kebijakan satu data diharapkan mempercepat dan mengintegrasikan beragam pelayanan publik.
“Pelayanan basik seperti kependudukan, kesehatan, pendidikan, perijinan diintegrasikan menjadi lebih simple, cepat dan ramah pengguna. Sehingga dampaknya lebih optimal ke masyarakat, mulai untuk mengejar target pengentasan kemiskinan, peningkatan investasi, dan penyelesaian berbagai persoalan mendasar yang ada masyarakat,” urai Achmad Yakub yang juga membantu Wantimpres dan Bulog ini.
Di Banda Aceh, Tarmizi mengatakan, semua aplikasi itu harus berbasis kepada Kartu Penduduk (KTP), KTP itulah yang dipakai untuk pelayanan pajak, pelayanan kesehatan, pelayanam bank atau berbagai pelayanan atau perizinan usaha jadi dibuat dulu.
“Sebuah plikasi yang dimulai dengan mengisi nama dan alamat di KTP dan nomor KTP, baru berikutnya pilihan untuk pelayanan apa, apa mau bikin izin usaha, mau ambil kredit bank, mau layanan kesehatan, dsb,” ujar wartawan senior ini seraya menambahkan, sistem digital seperti ini bukan hanya mempersingkat birokrasi, tetapi juga meminimalkan kejahatan,, bisa mengurangi tugas polisi dan jaksa.
“Contohnya begini untuk mengetahui tentang seseorang, cukup mrmgetik nama dan alamatnya di konputer, makan akan keluar semua penjelasan tentang seseorang, dia bekerja apa?, penghasilannya berapa?, pajaknya berapa?, pendidikannya apa?, semua akan keluar di komputer, jadi tidak perlu banyak aplikasi, cukup satu aplikasi yang berbasis kepada kartu penduduk, semua yang lain akan terlayani, tinggal mengintegrasikannya saja kepada semua layanan,” ujar Tarmizi yang juga berbisnis kopi Aceh ini.
Menurutnya, banyaknya aplikasi hanya akan menguras keuangan negara saja untuk membuat aplikasi itu, namun jika ingin mencontoh sistim negara lain, tinggal minta pegawai kedutaan Indonesia untuk copy paste sistem negara lain, apakah Inggris, Australia atau negara lainnya, yang sangat simpel memgurus negaranya adalah Norwegia, copy paste sistem mereka saja akan lebih cepat sistim pelayanan Indonesia.
“Tinggal datang saja ke Kedutaan Norwegia di Jakarta,, pelajari sistem digital negara mereka,” sarannya.
Di Pekanbaru, aktifis masalah sosial dan juga jurnalis Amril Jambak mengatakan, di daerah diminta satu pintu, sehingga disiapkan pelayanan satu pintu. “Alangkah baiknya, pusat juga melakukan hal yang sama, sehingga seluruh data terintegrasi, dan data base pun lebih valid,” sarannya.