
Dr. Ian Stainer, Buckingham University, Inggris
STRATEGIC ASSESSMENT. Kelompok teroris mempunyai link up satu sama lain dengan kelompok radikal seperti di Irlandia Utara. Saya tidak memiliki akses intelijen termasuk di Indonesia tapi dalam setiap negara yang akan Pemilu maka tetap harus waspada dengan gangguan dari kelompok teror dan radikal. Saya tidak mempunyai informasi khusus terkait ada tidaknya serangan teror menjelang Pemilu 2024.
Demikian dikemukakan DR. Ian Stainer dalam guest lecturer yang diadakan Program Studi Kajian Terorisme SKSG UI bekerjasama dengan Buckingham University, Inggris melalui zoom (10/11/2023)
Menurut DR. Ian Stanier yang juga Direktur Studi Keamanan dan Intelijen Buckingham University. ekstrimisme sayap kanan sudah terjadi sejak lama dan perlu langkah konternya melalui proses legislasi dan intelijen.
“Tantangan pertama terkait ekstrimisme sayap kanan adalah terminologinya yang luas, namun intinya kelompok ini mengutamakan kekerasan. Di AS, kelompok ekstrimis ini menguat di era Presiden Trump. FBI mendefinisikan sebagai kekerasan domestic seperti Oklahoma bombing, penyerbuan ke Gedung Putih yang memprotes hasil Pilpres AS,” ujarnya.
Menurutnya, violence and criminal act yang dilakukan kelompok dan perseorangan atas dasar ideologi, sosial, ras dan lain-lain. Ekstrimisme sayap kanan saat ini sangat meluas. Ekstrimisme sayap kanan terjadi di AS, Inggris dan beberapa negara Eropa. Inggris memiliki counter terrorist strategy. Penggunaan kekerasan adalah ciri khas kelompok ini.
“Tidak ada perbedaan dalam mengidentifikasi, memitigasi dan menanganan konter teroris di Inggris dengan sejumlah negara. High quality intelligence, deradicalisasi tetap diperlukan. Indonesia sudah bagus dalam menangani terorisme dan ekstrimisme,” jelasnya seraya menambahkan, tahapan disengagement dalam banyak penelitian menunjukkan banyak faktor individu menjadi ekstrimis. Inggris memiliki strategi pencegahan teroris dan ekstrimis.
Menurut Ian, meningkatnya popularitas parpol populis di Eropa seperti Urban Party di Hongaria,, Italia, Jerman dan beberapa negara lain karena dampak migrasi yang masuk ke Jerman. “Far right wings party di Jerman anti imigrasi termasuk parpol sejenis di Eropa,” jelasnya.
Menurut Ian, ada beberapa kelompok di Eropa yang dinamakan dengan far-rights ekstrimism antara lain the British Nationality Party, The English Defence League, dan British First.
“The British Nationality Party atau BNP dulunya adalah kelompok politik sayap kanan dan kelompok ini meraih kesuksesan di Pemilu 2009, namun setelah itu BNP kolaps, yang kemudian basis pendukung BNP menjadi moderat secara ideologis termasuk the English Defence League (EDL) dan UKIP. Sementara EDL eksis tahun 2009 sebagai gerakan protes jalanan terutama yang banyak bergabung adalah kelompok hooligan dan sering terlibat tindak kekerasan di tahun 2013. Tommy Robinson yang aktif di gerakan sayap kanan Eropa membentuk cabangnya di Jerman yaitu Pegida yang anti muslim. Sedangkan British First mempromosikan sintesan fundamentalisme Kristen, demokrasi populasi dan anti imigran, anti Eropa dan diatas semuanya kelompok ini anti Islam. Kelompok ini juga mempromosikan aksi provokasi seperti aksi jalanan dan menginvasi masjid. British First dipimpin Paul Goding yang ditahan 8 tahun karena pembunuhan terhadap Jo Cox,” urai Ian Stainer seraya menambahkan, kelompok radikal lainnya adalah agama sayap kanan (far-rights religion) seperti kelompok yang dipimpin David Lane yang disebut dengan tokoh teroris domestik dan kelompok sejenis ini juga berkembang di Amerika Serikat bernama the Christian Identity Movement.
“Sejumlah aksi terror yang dilakukan kelompok ideologi far-rights antara lain pemboman di Central Station di Bologna, Italia oleh Nuclei Armati Revolzionari yang menewaskan 85 orang di tahun 1980, kemudian pemboman di Oklahoma City tahun 1995 oleh Timothy McVeigh yang menewaskan 168 orang, kemudian mantan anggota BNP dan Gerakan Sosialis Nasionalis, David Copeland juga melakukan aksi pengeboman di Garland, Texas.