Strategic Assessment, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Abdullah Azwar Anas mengungkapkan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menerapkan konsep resiprokal atau timbal balik dengan instansi TNI – Polri. ASN saat ini bisa mengisi posisi di kedua instansi tersebut.
Azwar Anas menjelaskan selama ini anggota TNI bisa menduduki jabatan di ASN, tetapi ASN tidak bisa menduduki jabatan di TNI – Polri.
“Dengan konsep ASN baru dengan konsep resiprokal, jika Polri membutuhkan tenaga non-ASN itu bisa diisi,” kata Azwar Anas di Kompleks Istana Kepresidenan, Jumat (6/10/2023).
Ia mencontohkan jabatan itu bisa diisi hingga jabatan Direktur hingga Wakapolri. Meski nantinya konsep baru ini akan disesuaikan dengan kebutuhan instansi yang dimaksud.
“Dengan konsep resiprokal, jika Polri membutuhkan tenaga non-ASN itu bisa diisi. misalnya nanti itu Direktur Digital di Mabes Polri atau jangan-jangan ke depan ada Wakapolri yang membidangi pelayanan masyarakat sangat mungkin ini untuk di buka,” katanya.
UU ASN yang baru sebagai pengganti UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN disahkan oleh DPR RI dalam rapat paripurna awal Oktober ini.
Sementara itu, Achmad Yakub mengatakan, semangat reformasi salah satunya adalah penghapusan dwifungsi ABRI, yang jaman berlakunya dwifungsi ABRI dimana TNI dan Polri menjadi satu kesatuan.
“Pemisahan institusi TNI-Polri diharapkan kepolisian menjadi lembaga yang profesional dalam mengurusi ketertiban dan keamanan masyarakat. Demikian juga agar TNI bisa fokus mengurus bidang pertahanan, sehingga kedua kelembagaan tersebut bekerja sesuai tupoksi yang amanatkan konstitusi, tidak berpolitik,” ujar aktifis senior ini.
Perkembangan saat ini dengan disahkannya UU ASN, ujar Achmad Yakub yang akan menjadi caleg dari PPP ini, yang mana dalam draft UU ASN pasal 19 disebutkan bahwa jabatan ASN tertentu dapat diisi oleh prajurit TNI dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sebaliknya pada pasal 20 disebutkan bahwa Pegawai ASN dapat menduduki jabatan di lingkungan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan.
“Selanjutnya kedua ketentuan tersebut diperlukan Peraturan Pemerintah, perlu pendalaman dan kecermatan agar tidak menimbulkan masalah sosial politik dalam jangka panjang,” sarannya.
Menurutnya, sengan kondisi perkembangan jaman dimana perlu diwaspadai nya proxy war yang merupakan salah satu bentuk dari perang modern. Sisi lain pengisian jabatan TNI/Polri aktif dalam jabatan ASN tertentu perlu juga dilakukan secara hati-hati agar pengalaman dwifungsi ABRI tidak terulang lagi.
“Sementara pengisian jabatan oleh ASN dengan kompentensi tertentu di struktur TNI dan Polri memang diperlukan agar kedua kelembagaan tersebut makin professional dan menjunjung supremasi sipil.
Jadi pendekatannya tidak bersandar pada asas resiprokal, namun perlu dipahami sejarah dan semangat nafas reformasi,” ujar caleg PPP dari Dapil Sumatera Selatan ini.
Sedangkan, Amril Jambak mengatakan, ini terobosan baru yang perlu sosialisasi kepada seluruh pihak, terkhusus TNI-Polri dan ASN. Biasanya Undang-undang ada turunannya seperti, posisi Wakapolri bisa/boleh diisi oleh ASN golongan atau eselon berapa, terutama kompetensinya juga harus diatur. “Barangkali mereka yang sudah mengikuti Lemhannas. Inikan (Lemhannas, red) banyak juga tingkatannya,” ucapnya.
Menurut wartawan senior ini, selain itu dalam tingkatannya. Untuk meraih posisi Wakapolri misalnya, ada jenjang karir yang dilalui.
“Sebelum UU dilaksanakan sebaiknya TNI-Polri, dan ASN harus duduk dahulu, mematangkan konsep pelaksanaan UU tersebut. Jangan sampai ini menjadi persoalan dikemudian hari,” ujar Amril Jambak yang tinggal di Pekanbaru, Riau ini.