STRATEGIC ASSESSMENT. Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) mendesak Pemerintah untuk tidak memaksakan penetapan upah minimum tahun 2024 hanya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan. ASPEK Indonesia menuntut kenaikan upah minimum tahun 2024 sebesar 15%, dengan memperhitungkan inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi dan juga hasil survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang harus dilakukan oleh Dewan Pengupahan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Kebutuhan Hidup Layak yang harus disurvei, minimal menggunakan 64 komponen KHL, didasarkan pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Kebutuhan Hidup Layak. Demikian disampaikan Mirah Sumirat, SE, Presiden ASPEK Indonesia dalam keterangan pers tertulisnya (12/09).
Mirah Sumirat mengungkapkan bahwa setelah adanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, yang merupakan peraturan turunan dari Undang Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang oleh Mahkamah Konstitusi RI dinyatakan inkonsttusional bersyarat, kenaikan upah minimum di Indonesia menjadi sangat kecil dan tidak manusiawi.
Berdasarkan PP Nomor 36 Tahun 2021, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat kenaikan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2022 hanya naik rata-rata 1,09%. Sedangkan untuk kenaikan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2023, Kementerian Ketenagakerjaan justru menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023, dimana kenaikan UMP dibatasi tidak boleh melebihi 10%. Sehingga secara rata-rata, kenaikan UMP tahun 2023 hanya 7,50%.
Selama berkuasa, Presiden Joko Widodo telah menerbitkan peraturan pengupahan yang semakin rendah dan merugikan pekerja. Jika berdasarkan Undang Undang Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003, kenaikan upah minimum harus dihitung berdasarkan survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL), produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Namun pada tahun 2015, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, yang menghilangkan mekanisme survey KHL, sehingga formula kenaikan upah minimum hanya berdasarkan akumulasi tingkat inflasi dan angka pertumbuhan ekonomi.
Kemudian pada 2021, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang merupakan aturan turunan dari Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang kembali mengurangi dasar perhitungan kenaikan upah minimum hanya berdasarkan variabel pertumbuhan ekonomi atau inflasi (bukan akumulasi). Perubahan formula perhitungan upah minimum yang terus berkurang ini, membuktikan Presiden Joko Widodo hanya berpihak pada kepentingan pengusaha dan tunduk pada intervensi kelompok pengusaha, tegas Mirah Sumirat.
ASPEK Indonesia meminta Pemerintah untuk menetapkan kenaikan upah minimum tahun 2024, dengan tetap menggunakan formula perhitungan kenaikan upah minimum berdasarkan Undang Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Kenaikan Upah Minimum harus berdasarkan survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL), produktivitas dan pertumbuhan ekonomi, pungkas Mirah.