STRATEGIC ASSESSMENT. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian buka suara soal jadwal Pilkada 2024 dimajukan. Tito mengatakan selama usulan itu rasional dan penyelenggara Pemilu dapat melaksanakan, maka tidak ada masalah. Mulanya, Tito menjelaskan jika ide tersebut muncul hasil dari diskusi parpol, pengamat, hingga pemerintah. Tito mengatakan Pilkada serentak di semua daerah ini pertama kali terjadi.
“Yang sebelum ini, kita lihat misalnya Pak Jokowi dilantik Oktober 2014. 2017 ada Pilkada 101, setelah itu ada lagi Pilkada 2018, ada bupati, gubernur baru di tengah-tengah dengan membuat rencana pembangunan 5 tahun yang mereka sendiri. Akibatnya nggak sinkron, di lapangan ada yang bangun dermaga, di daerahnya nggak membangun jalanan,” kata Tito di Kemendagri, Jakarta Pusat.
Tito mengatakan jika Pilkada digelar 27 November 2024, maka pelantikan para kepala daerah terpilih sulit untuk digelar 1 Januari 2025. Sebab, kata dia, butuh waktu sekitar 3 bulan untuk menyelesaikan sengketa Pilkada.
Dia mengatakan jarak pelantikan kepala daerah dengan presiden akan semakin jauh. Selain itu, katanya, kepala daerah harus segera diisi pejabat definitif.
“Pengalaman kita, ada sengketa, ada proses di KPU. Paling tidak sebagian selesai itu 3 bulan. Kalau mau 3 bulan, kalau dimundurkan maka akan makin jauh jarak pelantikan presiden dengan kepala daerah,” jelasnya.
Karena permasalahan itu, kata Tito, muncul usulan Pilkada dimajukan. Dia menyebut jika ingin menggelar pelantikan 1 Januari 2025, maka September merupakan waktu yang tepat untuk Pilkada.
“Kalau mau dekat justru idenya, dari teman-teman loh ya, dari teman-teman parpol, dari pengamat, justru dimajukan. Dimajukan ke tiga bulan dari 1 Januari. Dihitung lah Desember, November, Oktober, September lah the right time. September itu waktu yang dianggap cocok,” ucapnya.
Dia mengatakan usulan itu telah didiskusikan dengan KPU selaku penyelenggara Pemilu. Menurut dia, KPU menyampaikan jika skenario Pilkada dimajukan dapat diatur.
“Jadi idenya teman-tema dari kita ngobrol-ngobrol ke September. Nah, September kita diskusikan dengan KPU, KPU mengatakan ini skenario bisa dilakukan tahapannya bisa diatur,” jelas dia.
Tito mengatakan Kemendagri tidak masalah dengan usulan tersebut. Dia mengatakan selama KPU siap melaksanakannya dan usulan itu rasional, maka tidak ada salahnya untuk dilakukan.
“Di mana posisi Kemendagri? Kami lihat itu cukup rasional sepanjang KPU siap untuk mengerjakan mereka merasa mampu, why not di bulan September? Dan kemudian akhir Desember selesai,” ucap dia.
“Ketika 31 Desember seluruh kepala daerah hasil Pilkada 2020 mereka selesai, maka 1 Januari sudah diisi pejabat definitif hasil Pilkada 2024,” imbuhnya.
Usulan Pilkada 2024 dimajukan sempat disampaikan Ketua KPU Hasyim Asyari. Dia mengusulkan Pilkada digelar September 2024. Hal ini diungkapkan dalam diskusi bertajuk ‘Menyongsong Pemilu 2024: Kesiapan, Antisipasi dan Proyeksi’.
“Mungkin nanti KPU akan mengajukan usulan itu satu saja, untuk pemungutan suara Pilkada maju jadi September 2024,” ujar Hasyim dalam diskusi yang disiarkan melalui kanal YouTube BRIN Indonesia, Kamis (25/8/2022).
Dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada pasal 101, pemungutan suara dijadwalkan pada November 2024. Hasyim menilai keserentakan waktu pemungutan suara saja tak cukup, namun harus ada keserentakan pelantikan juga.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan belum ada urgensi menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk memajukan gelaran Pilkada 2024.
Menurut dia, perlu ada pertimbangan mendalam untuk memajukan jadwal pilkada yang telah ditetapkan 27 November 2024.
“Belum sampai ke situ (perppu) kok saya. Urgensinya apa, alasannya apa? Semuanya perlu dipertimbangkan secara mendalam,” kata Jokowi di ICE BSD, Tangerang Selatan.
Ia pun mengaku belum tahu soal rencana jadwal Pilkada 2024 dimajukan dari semula November ke September. Ia mengatakan hal itu masih dikaji oleh Kementerian Dalam Negeri.
“Saya kira semua itu masih kajian di Kemendagri dan saya belum tahu mengenai itu,” ujar dia.
Sebelumnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari sempat mengatakan ingin pemungutan suara pilkada digeser dari 27 November 2024 ke September 2024. Pernyataannya itu merespons usul Bawaslu agar ada pembahasan soal opsi penundaan Pilkada 2024.
Hasyim beralasan pemungutan suara di November terlalu dekat dengan jadwal pelantikan kepala daerah baru. Jadwal pelantikan dilakukan di bulan Desember.
“Aku belum tahu dasarnya dia (Bawaslu) apa, kalau kita (KPU) penginnya lebih cepat lebih baik, coblos itu di September,” kata Hasyim di Kantor KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (13/7), dikutip dari detikcom.
Namun, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Yanuar Prihatin tak sepakat dengan usulan itu. Dia khawatir hal ini menimbulkan kegaduhan.
“Perubahan jadwal ini berpotensi menimbulkan kegaduhan baru, sekaligus mendorong munculnya ketidakpercayaan publik kepada penyelenggara pemilu dan pembuat undang-undang,” ucap Yanuar.
Rencana memajukan jadwal Pilkada Serentak 2024 muncul beberapa pekan terakhir. Sejumlah pengamat menilai ada potensi intervensi pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam kontestasi politik tersebut.
Rencana itu mulai dibahas kembali setelah Ketua KPU Hasyim Asy’ari mengusulkan Pilkada digelar September 2024. Sebelumnya, DPR dan pemerintah sepakat menggelar Pilkada pada 27 November 2024.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengakui memang ada wacana memajukan jadwal Pilkada. Namun, ia menyebut hal itu diusulkan oleh pemerhati pemilu dan anggota dewan. Menurutnya, usulan Pilkada dipercepat berkaitan dengan aturan akhir masa jabatan kepala daerah. Undang-Undang Pilkada mengatur kepala daerah hasil Pilkada Serentak 2020 akan mengakhiri masa jabatannya pada 31 Desember 2023.
“Teman-teman dari pemerhati maupun dari teman-teman DPR mempertanyakan kalau 27 November dilaksanakan, umumnya kan ada sengketa dan lainnya tiga bulan,” ungkap Tito saat ditemui di Istana Kepresidenan Jakarta.
Dia berkata efektivitas pemerintahan akan terganggu karena harus ada lebih banyak penunjukan penjabat kepala daerah. Tito menyebut solusi atas hal itu adalah menggelar Pilkada lebih cepat.
Sementara itu, Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PAN Guspardi Gaus menyebut wacana itu berasal dari pemerintah. Dia berkata Tito telah berdiskusi dengan para ketua kelompok fraksi di Komisi II DPR.
Gaus menyebut pemerintah akan merevisi aturan UU Pilkada melalui peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) bulan Oktober.
Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas Feri Amsari mengaku mafhum dengan kecurigaan publik soal intervensi pemerintahan Jokowi dalam percepatan jadwal Pilkada.
Dia berkata percepatan jadwal itu akan membuat Pilkada digelar saat Jokowi masih menjabat. Sementara itu, beberapa anggota keluarga Jokowi-Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution-masih berpeluang mencalonkan diri sebagai petahana.
“Hal ini yang perlu dihindari oleh Presiden karena bagaimanapun dia akan dianggap memanfaatkan keadaan, memastikan kemenangan terhadap anak dan menantunya. Itu konflik kepentingan. Presiden sadar itu,” kata Feri saat dihubungi CNNIndonesia.com.
Dia pun mempertanyakan alasan yang diungkap pemerintah dalam mempertimbangkan percepatan pilkada. Feri merasa tak tepat jika alasan efektivitas pemerintahan yang dipakai.
Feri menyampaikan penunjukan penjabat kepala daerah secara besar-besaran telah dilakukan sejak Pilkada Serentak 2020. Dia bertanya-tanya mengapa pemerintah sekarang menjadikan hal itu sebagai alasan mengubah jadwal Pilkada.
“Kenapa dilaksanakan untuk kepala daerah lain, tetapi terkait masa jabatan anak dan menantu presiden malah inefektivitas?” ucapnya.
Dihubungi terpisah, Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini menyoroti dampak buruk jika Pilkada Serentak 2024 dimajukan ke September. Dia mengingatkan Pilkada digelar di tahun yang sama dengan Pemilu Serentak 2024.
Dia berkata akan semakin banyak bentrokan jadwal pemilu dan Pilkada jika jadwal dimajukan. Hal itu akan menambah beban bagi penyelenggara. Selain itu, kualitas pemilihan juga bisa berkurang.
“Parpol yang belum sepenuhnya pulih dari dinamika Pileg dan Pilpres bisa terpicu sikap pragmatisnya di Pilkada. Sangat mungkin malah calon tunggal di Pilkada meningkat akibat partai kesulitan melakukan konsolidasi,” ucap Titi kepada CNNIndonesia.com, Minggu (4/9).
Dia juga mempertanyakan urgensi percepatan jadwal Pilkada. Jika yang dikhawatirkan adalah tenggat waktu habis masa jabatan di bulan Desember 2024, Titi punya usul lain.
“Bisa dilakukan dengan mengubah UU yang menyatakan bahwa masa jabatan kepala daerah hasil Pilkada 2020 berakhir sampai dengan terpilihnya kepala daerah definitif hasil Pilkada 2024,” ujar Titi.
Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Benni Irwan merespons kekhawatiran intervensi di balik percepatan jadwal pilkada. Dia menegaskan hal itu baru sebatas wacana.
“Kemendagri mendapatkan informasi terkait rencana percepatan pelaksanaan Pilkada melalui media. Hingga saat ini, wacana percepatan pelaksanaan Pilkada tersebut belum pernah dibahas secara resmi oleh pemerintah, DPR RI, dan lembaga penyelenggara pemilu,” kata Benni melalui pesan singkat kepada CNNIndonesia.com.