STRATEGIC ASSESSMENT. Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka kerap masuk bursa cawapres di beberapa survei belakangan ini. Dukungan Gibran maju Pilpres 2024 pun bermunculan. Dukungan terhadap Gibran itu muncul dari beberapa daerah. Beberapa relawan terbentuk untuk mendukung Gibran maju capres ataupun cawapres. Dari mana saja?
Ratusan orang yang tergabung dalam Relawan Pagi Hari (Prabowo-Gibran Harapan Indonesia) Bengkulu menggelar deklarasi dukungan terhadap Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi pasangan calon presiden dan calon wakil presiden dalam Pilpres 2024 mendatang.
Koordinator Lapangan (Korlap) Relawan Pagi Hari Bengkulu, Aldi mengatakan bahwa pihaknya melakukan deklarasi sebagai bentuk dukungan terhadap pasangan Prabowo dan Gibran untuk maju dalam Pilpres 2024. Selain deklarasi, mereka juga melakukan penanaman pohon di Pantai Panjang Bengkulu.
“Kami anak muda Bengkulu melihat sosok Prabowo-Gibran bisa menjadi harapan rakyat Indonesia agar ke depan Indonesia lebih maju,” kata Aldi.
Aldi menjelaskan, anak muda Bengkulu melihat sosok Gibran Rakabuming Raka mengerti dan memahami apa yang dibutuhkan kaum muda, khususnya milenial.
“Sosok Gibran mewakili anak muda milenial saat ini. Sangat pas menjadi Wapres. Ini membuktikan anak muda mampu memimpin bangsa ini,” jelas Aldi.
Ia menambahkan, Relawan Pagi Hari Bengkulu berharap jika Gibran betul-betul menjadi wapres nantinya, maka ia akan dapat membawa dampak positif untuk memajukan berbagai daerah di Indonesia, terutama Bengkulu.
“Harapan kami, dengan terpilihnya Mas Gibran sebagai wapres, dapat menjadikan Provinsi Bengkulu masuk prioritas dalam program-program strategis nasional,” tutupnya.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) tiba di lokasi Muktamar Sufi Internasional 2023. Jokowi didampingi Menhan Prabowo Subianto dan anggota Wantimpres Habib Luthfi bin Yahya.
Dilihat di akun YouTube World Sufi Assembly, Selasa (29/8/2023), Jokowi tiba lokasi Muktamar mengenakan setelan jas abu dan peci hJokowi didampingi oleh Prabowo dan Habib Luthfi. Sepanjang memasuki ruangan acara, Jokowi tampak melayani peserta yang hadir untuk berswafoto. Diketahui, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo juga tampak hadir di acara tersebut.
Sebagai informasi, Habib Luthfi merupakan Panitia Pelaksana Muktamar Sufi Internasional, sementara Prabowo merupakan Ketua Umum Pusat Multaqo Sufi Al-Alamy. “Tadi dilaporkan ke Bapak Presiden, dan Bapak Presiden berkenan membuka Muktamar Sufi Indonesia ini pada tanggal 29 Agustus yang akan datang. Saya kira itu,” kata Prabowo di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat.
Ratusan Tim Pemenangan Prabowo di Jawa Barat, pada Pemilu 2019, mencabut dukungan. Mereka mengalihkan Perjuangan ke Ganjar Pranowo pada Pemilu Presiden 2024 dan menjuluki diri Pejuang GP24.
TIM Pemenangan Prabowo 2019 ini berasal dari tiga kabupaten dan tiga kota, yaitu Kabupaten Bogor, Kababupaten Sukabumi, Kabupaten Bekasi, Kota Depok, Kota Bekasi, Kota Bogor. TIM Pemenangan Prabowo 2019 ini dimotori beberapa tokoh penting, di antaranya M Aceng Komarudin, Mayor (Purn) H. Afif Juwaeni S, Ag, dan Taopik Jayadi. Ketiganya pernah menjadi tim pemenangan Prabowo pada Pemilu 2019.
“Ganjar adalah sosok yang dinantikan warga Jawa Barat untuk memimpin Indonesia. Kami yakin Ganjar bisa meraup suara terbanyak pada Pemilu mendatang,” kata Aceng, yang juga wakil ketua DPD KNPI Kabupaten Bogor. Tokoh lainnya, H Afif, kini menjadi Pejuang GP24 yang terdiri atas emak-emak, petani, buruh, LSM, hingga tokoh adat. Deklarasi simpul Pejuang GP24 sendiri di Pusatkan di Kabupaten Bogor, Cibinong, Tenjolaya, dan dihadiri 500 orang.
Sementara itu, Taopik yang merupakan tim pemenangan Ridwan Kamil dan Relawan Satria Prabowo 2019 optimistis Ganjar akan membawa Jawa Barat lebih maju. ”Pengalamannya sebagai anggota DPR dan gubernur menjadi modal penting bagi Ganjar untuk memimpin Indonesia, dan bisa memajukan Jawa Barat khususnya,” kata Taopik.
“Warga Jabar masih perlu lapangan pekerjaan, perlu program bansos, perlu peningkatan IPM, perlu penuntasan infrastruktur antarkabupaten se-Jawa Barat, perlu rumah yang layak huni, dan perlu layanan kesehatan yang memadai,” katanya menambahkan.
Sehari sebelum menerima surat pemecatan, Budiman Sudjatmiko mengaku masih enggan mundur dari PDI Perjuangan. Menurutnya, langkah mendukung Prabowo Subianto tidak bertentangan dengan ideologi partai. Kepada detikX, ia justru mengklaim mendapat dukungan dari sesama kader PDI Perjuangan. Namun ia enggan menyebutkan siapa kader-kader partai berlogo banteng itu yang mendukung keputusannya tersebut.
Budiman menganggap langkahnya mendukung Prabowo—bakal capres dari Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR)—sudah benar. Ia menolak jika disebut telah melakukan pelanggaran dan pengkhianatan terhadap ideologi partai. Bahkan langkah tersebut ia anggap justru strategis, dan perbedaan pendapat adalah sesuatu yang lumrah di tubuh PDI Perjuangan.
“Mungkin pelanggaran politis, organisasional, yes. Sehingga ada kemungkinan (dipecat). Tapi menurut saya, untuk dipecat, kecil. Karena saya tidak melakukan pelanggaran ideologis,” jelas Budiman saat berbincang dengan reporter detikX.
Bahkan, secara diam-diam, beberapa koleganya di DPP PDI Perjuangan turut mengatakan keputusan Budiman sudah benar dan mewakili suara-suara mereka. Selain itu, ia mengklaim mendapat dukungan dari kader-kader PDI Perjuangan di daerah.
“Ada beberapa orang DPP secara individu, nggak perlu saya sebut namanya, ada juga yang DPR mengatakan, ‘Ya langkahmu itu sudah betul, kami nggak mungkin melakukan itu, tapi kamu sudah betul. Tapi karena kamu yang berani ya, ya kamu melakukan itu. Tapi ingat ya segala risiko dan konsekuensinya’. (Saya jawab) oh iya, nggak papa. Sebagian mengatakan begitu,” klaim Budiman.
Menurut Budiman, keputusan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri mengusung Ganjar Pranowo sebagai bakal calon presiden kurang tepat. Baginya, Ganjar seorang politikus populis yang kurang cocok untuk menghadapi tantangan dan permasalahan global ke depan.
“Udah saya olah dengan nalar, dengan common sense dan nurani juga. Pak Ganjar, yang menjadi calon resmi PDIP, adalah pemimpin yang populis. (Sedangkan) Pak Prabowo strategic dan dalam menghadapi seperti ini ya kita butuh kepemilikan strategis. Bahwa kemudian ternyata bukan dari partai saya, it’s OK,” ucapnya.
Bagi Budiman, keputusan memilih Ganjar keliru. Strategi pemenangan yang dilakukan PDI Perjuangan pada Pilpres 2014 dan 2019 tidak bisa terus diulang. Memanfaatkan tokoh populis tidak lagi cocok digunakan untuk memenangi Pemilu 2024.
“Ya itu, keliru. Mungkin pendekatan populis di 2014 cocok. Nah, kalau kemudian penerusnya (penerus Jokowi) kembali ke populis, ini menurut saya yang rugi Indonesia,” ujarnya.
Penunjukan Ganjar Pranowo merupakan hak prerogatif Megawati. Namun Budiman enggan secara langsung menyalahkan Mega atas pilihan tersebut. Walaupun dianggap telah berkhianat terhadap Mega karena mendukung Prabowo, Budiman mengaku lebih mementingkan rasionalitas dibandingkan loyal terhadap PDI Perjuangan.
“Ada di ujungnya yang keliru. Dan saya belum tahu apa. Kenapa tiba-tiba kayak gini,” ucapnya.
Belakangan, Budiman akhirnya menerima surat pemecatan dari PDIP. Surat tersebut dikirim ke rumahnya dan diterima oleh putri dan istrinya. Warkat itu difoto dan dikirimkan ke Budiman, yang saat itu sedang menghadiri gelar wicara di salah satu stasiun televisi.
Ketua Departemen Bidang Pemerintahan di DPP PDI Perjuangan Masinton Pasaribu membantah adanya friksi di kalangan internal partainya. Ia menegaskan, untuk saat ini, kader dan pengurus partainya solid dan satu suara untuk memenangkan Ganjar Pranowo pada 2024.
Di sisi lain, Budiman mengklaim telah mendapat dukungan dari beberapa kader PDI Perjuangan, termasuk beberapa kader yang saat ini menjabat anggota DPR RI. Klaim itu mengindikasikan adanya perpecahan di lingkup internal PDI Perjuangan terkait penentuan capres.
Menurutnya, para kader boleh berpendapat berbeda-beda. Namun, ketika keputusan politik telah dibuat oleh Ketua Umum, perdebatan itu seharusnya sudah selesai.
“Fokus pada satu tujuan yang sudah diputuskan oleh Ibu Ketua Umum. Kalau capres, ya Pak Ganjar,” ucap rekan Budiman sebagai sesama aktivis 1998 dan pendiri sayap organisasi PDI Perjuangan, Relawan Perjuangan Demokrasi, ini kepada reporter detikX.
Meski begitu, Masinton enggan menyebut Budiman sebagai pengkhianat. Menurutnya, Budiman melanggar keputusan organisasi dan patut menerima sanksi, tetapi bukan seorang yang membelot secara ideologis.
“Dia tidak berkhianat secara ideologis, tapi melanggar disiplin partai,” tutur anggota Komisi XI DPR RI tersebut.
Walaupun demikian, Masinton merasa terkejut atas keputusan Budiman mendukung Prabowo. Ia mengaku tak pernah mendapat kabar dan cerita terkait pertemuan Budiman dengan Prabowo. Terlebih, Budiman mendeklarasikan relawan Prabowo-Budiman (Prabu) di Marina Convention, Semarang, Jawa Tengah, Jumat (18/8/2023). Jawa Tengah merupakan teritorial penting yang kerap disebut elite PDI Perjuangan sebagai ‘kandang banteng’.
Di sisi lain, Masinton menampik penilaian Budiman terhadap sosok Ganjar. Menurutnya, Ganjar bukan hanya sosok populis, tetapi juga strategis. Untuk menghadapi tantangan ke depan, Ganjar dianggap lebih pas dibandingkan Prabowo.
“Bagi kami ya, kepemimpinan yang strategis itu, ya, Mas Ganjar,” ucapnya.
Ketua DPP PDI Perjuangan Hamka Haq mengatakan keputusan pimpinan partai memecat Budiman sudah tepat. Hal itu karena Budiman dianggap melakukan pelanggaran disiplin tingkat berat. Ia menyayangkan tindakan tersebut karena, menurutnya, Budiman kader yang memiliki potensi pada masa depan.
“Jadi ini adalah suatu kejadian yang luar biasa bagi partai kita,” kata Hamka kepada reporter detikX.
Bagi Hamka, Budiman tak hanya kurang disiplin, tetapi juga pengkhianat partai.
“Jadi pengkhianat terhadap partai, pengkhianatan terhadap pimpinan dan ideologi partai. Pokoknya pengkhianatan segala-galanya,” tegas anggota Komisi VIII DPR RI tersebut.
Adapun Ketua DPP PDI Perjuangan Eriko Sotarduga mengatakan Budiman Sudjatmiko bukanlah siapa-siapa di partainya. Ia menilai selama ini Budiman tidak memiliki pengaruh sama sekali di kalangan internal partai. Untuk itu, Eriko juga membantah bahwa di kalangan internal partainya terjadi perpecahan. Ia menampik kabar bahwa sebagian kader justru sepakat dan mendukung Budiman. Menurutnya, saat ini PDI Perjuangan solid mengusung Ganjar Pranowo.
“Apakah Budiman Sudjatmiko punya pengaruh? Tidak, tidak ada. Kalau memang betul Budiman kader, misalnya ini ya Budiman kader, kenapa berbeda pandangan dengan partai?” Ucap Eriko saat dihubungi reporter detikX.
Eriko menegaskan setiap partai dan organisasi memiliki aturan disiplin masing-masing. Keputusan politik yang telah disepakati dan diputuskan oleh ketua umum harus dijalankan. Jika dirasa sudah tidak sepakat dengan partai, Budiman dapat mengundurkan diri tanpa perlu menunggu dipecat. Apalagi jika sudah berafiliasi dengan partai lain dengan mengusung calon presiden yang bukan pilihan PDI Perjuangan.
Saat ditanya terkait sambutan meriah dari Partai Gerindra atas pengkhianatan Budiman, Eriko mengatakan partainya tidak pernah mengusik dan mencampuri urusan internal partai lain.
“Sebenarnya kalau beliau (Budiman) itu sebagai orang yang gentleman, ya tentu mundur. Kan begitu. Kalau sudah berbeda ya. Tapi ya itulah terjadinya. Ya memang harus ada sanksi organisasi dan itu sangat wajar dan juga tidak menginginkan adanya campur tangan dari pihak lain,” terangnya.
Manuver politik Budiman, ujar Eriko, tak berarti apa-apa bagi para kader PDI Perjuangan. Menurutnya, kejadian ini hanya seleksi alam biasa. Bahkan kader-kader PDI Perjuangan di daerah justru mempertanyakan perubahan drastis yang terjadi pada Budiman. Sebagai salah satu simbol perlawanan terhadap Orde Baru dan militer, kini ia justru bergandengan mesra dengan capres dari kalangan militer.
“Wah, kok bisa seperti ini. Yang dikenal sebagai orang yang mempunyai idealisme, punya ketahanan, orang yang cukup progresif. Tapi, ya, itu kita juga memahami, di dalam kehidupan, yang tetap itu adalah perubahan itu sendiri,” ungkap Eriko.
Dengan mendukung capres di kubu sebelah dan menolak mengundurkan diri, Eriko menduga, Budiman sengaja menunggu dipecat. Dengan dipecat, Budiman bisa membangun persepsi publik bahwa dirinya dalam peristiwa ini adalah korban partai.
“Mungkin ini hanya playing victim supaya kelihatan menjadi korban. Padahal tidak ada. Bagi kami, tidak pengaruh. Dan ada yang lupa di sini bahwa yang memilih (presiden) ini nanti rakyat. Bukan sekadar elite partai yang bermain playing victim,” ucapnya.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin mengatakan tindakan Budiman yang berani melawan titah partai merupakan indikasi adanya perpecahan atau friksi di kalangan internal PDI Perjuangan.
“Ada konflik. Ketidaksolidan. Bukan hanya Budiman. Jangan lupa, Effendi Simbolon itu, ketika dia memuji Prabowo, hari ini daftar nama caleg sementaranya nggak ada. Dia dicoret dari data caleg sementara dari PDIP,” jelas Ujang kepada reporter detikX.
Menurut dosen Universitas Al-Azhar Indonesia itu, PDI Perjuangan menyadari adanya friksi-friksi tersebut. Untuk itu, partai berusaha tegas memecat Budiman. Pemecatan itu sebagai gambaran dan contoh bahwa tidak ada toleransi bagi kader yang tidak ikut dalam satu komando Ketua Umum.
Bagi Ujang, friksi-friksi itu terjadi jadi beberapa faktor. Di kasus terbaru, Budiman, yang dahulu dianggap sebagai anak emas Taufiq Kiemas, kini merasa dibuang dan tak diberi banyak peran di lingkup internal partai. Perannya dikecilkan, bahkan dibuang ke dapil neraka pada 2019, yang akhirnya tak membuatnya lolos ke Senayan. Dengan itu, Budiman dinilai tak lagi betah berlama-lama di PDI Perjuangan.
“Ya sebenarnya tidak punya jabatan, tidak punya posisi yang strategislah ya sebagai seorang tokoh politik, jadi anggota DPR tidak, menteri juga tidak. Jabatan politik pun tidak punya,” ujarnya.
Ujang menjelaskan, diakui atau tidak, di PDI Perjuangan, saat ini ada dua kekuatan yang beradu pengaruh. Pertama adalah Megawati selaku ketua umum dan kedua adalah Presiden Joko Widodo, yang selama ini sering diasosiasikan mendukung Prabowo.
Ketokohan dan pengaruh Jokowi, lanjut Ujang, bisa jadi mengikis dominasi Megawati di PDI Perjuangan. Terutama dengan banyaknya kader PDI Perjuangan di berbagai level yang loyal terhadap Jokowi. Di sisi lain, Mega dinilai masih cukup kuat dan paling mendominasi. Namun, pada saat yang sama, ada friksi-friksi yang masih terjadi dan membahayakan kesatuan PDI Perjuangan.
“Mungkin juga Budiman Sudjatmiko bagian dari gerbong Jokowi yang loncat pagar. Faktanya, Budiman keluar, Effendi Simbolon menyanjung Prabowo. Faktanya, pengikut Gibran juga mengusung dan mendukung Prabowo begitu,” ucap Ujang.
Di sisi lain, Megawati, Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, hingga Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani sempat menyinggung soal perpecahan atau upaya memecah belah kalangan internal partai. Bagi Puan, hal tersebut merupakan tantangan dan perlawanan yang besar.
“Kawan jadi lawan. Banyak pihak yang menginginkan kita pecah, ingin melihat kita lemah,” kata Puan dalam pidatonya di acara Konsolidasi PDI Perjuangan di Stadion Jatidiri, Semarang, Jawa Tengah.