STRATEGIC ASSESSMENT. Fraksi partai politik di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Selatan ( DPRD Sulsel ) sudah mengusulkan calon penjabat gubernur. Dari empat fraksi yang sudah mengusulkan nama. Dirjen Politik Kemendagri, Bahtiar dan staf ahli Kemenko Polhukam Laksamana Muda Abdul Rivai Ras
Di internal Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) misalnya, memunculkan tiga nama yang dinilai layak melanjutkan program pembangunan Andi Sudirman Sulaiman diantaranya, Pejabat tinggi Polri Komjen Nana Sudjana yang kini menjadi Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI. Nana Sudjana merupakan lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 1988. Mantan Kapolda Sulsel itu satu angkatan dengan mantan Wakapolri Komjen Gatot Edy Pramono dan Kapolri Jenderal Idham Azis. Selain Nana Sudaja, muncul juga Laksamana Muda TNI Abdul Rivai Ras. Abdul Rivai Ras adalah tentara kelahiran Bone, Sulsel, 24 September 1967. Dia merupakan alumnus Doktoral Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI) tahun 2010.
Kemudian lulusan pendidikan Perwira Prajurit Karier (PA PK) ABRI Angkatan I/tahun 1993. Belum lama ini, Abdul Rivai Ras diangkat jadi Staf Ahli Bidang Kedaulatan Wilayah dan Kemaritiman Kemenko Polhukam.
Lalu, Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum (Dirjen Polpum) Kemendagri Bahtiar. Bahtiar adalah seorang pejabat madya atau pejabat eselon I di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Bahtiar merupakan warga asal Sulawesi Selatan, dia kelahiran Bone 16 Januari 1973.
Beberapa usulan nama Pj Gubernur Sulawesi Selatan dari Parpol antara lain PKS: Dirjen Politik Kemendagri Bahtiar, Jufri Rachman, Rivai Ras, Prof Aswanto; PDIP: Dirjen Politik Kemendagri Bahtiar, Komjen Pol (Purn) Nana Sujana, Abdul Rivai Ras; Partai Nasdem: Bahtiar, Prof Aswanto dan Jufri Rachman; Demokrat: Bahtiar dan Rivai Ras.
Pimpinan dan fraksi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulsel, telah melakukan konsultasi ke Mendagri perihal mekanisme pengusulan nama Penjabat (Pj) Gubernur Sulsel, Pengganti Andi Sudirman Sulaiman.
Bahkan para pimpinan DPRD yang dipimpin langsung Ketua DPRD Sulsel, Andi Ina Kartika Sari, bertandang ke Jakarta Senin 31 Juli 2023 kemarin. Hal ini dibenarkan oleh Ketua Fraksi Partai NasDem DPRD Sulsel, Ady Anshar. “Terkait kunjungan ke Kemendagri, Itu terkait konsultasi mekanisme pengajuan nama Pj Gubernur. Normatifji,” katanya.
Kata dia, pimpinan Dewan dan fraksi hanya konsultasi bagaimana mekanisme pengajuannya. Jadi setelah itu, setiap fraksi di DPRD Sulsel akan mengajukan 1-3 nama. Lebih lanjut Ketua DPD Partai NasDem Kabupaten Kepulauan Selayar itu membeberkan nama-nama jagoan fraksi NasDem yang telah disiapkan untuk diusul danndibahas bersama di DPRD nantinya. Adapun tiga nama diusul NasDem yakni Pertama, staf ahli bidang pemerintah dan otoda Kemenpan RB, Drs. H. Jufri Rahman, M.Si. Kedua, Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Depdagri, Dr Drs Bachtiar MSi. Ketiga sosok Staf ahli Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang hukum, Prof. Dr. H. Aswanto, SH, MH. Sedangkan, nama Staf Ahli Bidang Kedaulatan Wilayah dan Kemaritiman Menko Polhukam, Laksma TNI Abdul Rivai, tidai masuk dalam daftar yang digodok fraksi NasDem.
Pada Kamis, 27 Juli 2023, Indonesia Corruption Watch (ICW) menghadiri panggilan sidang di Komisi Informasi Pusat (KIP) untuk mendengarkan pembacaan putusan dengan register nomor 007/I/KIP-PSI/2023 antara ICW selaku pemohon dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) selaku termohon. Putusan ini merupakan ujung dari proses panjang sengketa informasi yang diajukan oleh ICW semenjak 2022 terkait dengan transparansi sejumlah informasi dan dokumen pengangkatan Penjabat (PJ) Kepala Daerah. Setelah melalui sejumlah tahapan persidangan, mendengarkan keterangan masing-masing pihak, menghadirkan ahli, menyampaikan bukti-bukti serta kesimpulan, Majelis Komisioner KIP memutuskan sebagai berikut:
Keputusan Presiden Nomor 50/P Tahun 2022 tentang Pengangkatan Penjabat Gubernur dan seluruh aturan teknis terkait pengisian posisi penjabat Kepala Daerah sebagai turunan dari Pasal 201 UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah sebagaimana diamanatkan dalam pertimbangan hakim di putusan MK No. 67/PUU-XIX/2021 dan No. 15/PUU-XX/2022 merupakan informasi terbuka dan wajib memberikan dokumen-dokumen tersebut kepada ICW;
Dokumen penjaringan calon penjabat, dokumen usulan dan saran yang diterima Kemendagri terkait kandidat penjabat, dokumen pertimbangan dalam sidang Tim Penilai Akhir calon PJ Kepala Daerah, serta dokumen rekam jejak dan latar belakang kandidat PJ Kepala daerah merupakan informasi terbuka dan wajib memberikan dokumen-dokumen tersebut kepada ICW sepanjang tidak memuat data pribadi. Dalam kondisi demikian, informasinya tetap harus dibuka dan diberikan dengan dapat menghitamkan bagian yang memuat data pribadi dengan disertai alasan dan penjelasan terkait materinya. Majelis Komisioner menegaskan bahwa informasi yang dihitamkan dilarang dijadikan sebagai alasan untuk mengecualikan akses publik terhadap keseluruhan salinan informasi publik;
Dokumen pemetaan kondisi setiap daerah bukan berada dalam penguasaan Kemendagri, melainkan ada pada masing-masing daerah sehingga tidak diwajibkan untuk diberikan kepada ICW; Pasca putusan ini, para pihak yang tidak menerima hasilnya dapat mengajukan keberatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara dengan tenggat waktu 14 hari kerja setelah menerima salinan putusan. Adapun tidak ada upaya lanjutan, putusan akan dinyatakan berkekuatan hukum tetap dan ICW berhak untuk meminta penetapan eksekusi ke ketua pengadilan yang berwenang atas dokumen atau informasi yang sepatutnya dibuka Kemendagri semisal tidak kunjung diberikan.
Sebelum masuk pada sengketa informasi di KIP, ICW bersama dengan sejumlah organisasi masyarakat sipil lainnya seperti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi serta Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan telah melakukan sejumlah langkah advokasi. Salah satunya dengan melaporkan indikasi maladministrasi ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) berkaitan dengan bobroknya kinerja Kemendagri dalam penentuan PJ. Sebab, proses itu diduga dijalankan secara tidak transparan, akuntabel, dan partisipatif. Pasca pelaporan itu, pada pertengahan Juli tahun 2022, ORI pun bersikap dengan menyatakan bahwa tindakan Mendagri terbukti maladministrasi, terutama ketika keliru menafsirkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Bagaimana tidak, jika dibaca utuh, Putusan MK Nomor 67/PUU-XIX/2021 dan Putusan MK Nomor 15/PUU-XX/2022 mengamanatkan agar pelaksanaan pengangkatan PJ memerlukan aturan turunan sebagai pedoman pelaksanaan. Alih-alih merekomendasikan pembuatan Peraturan Pemerintah, Kemendagri malah membuat Peraturan Menteri Dalam Negeri untuk mengatasi kekosongan hukum tersebut. Jelas ini merupakan kekeliruan yang fatal dalam memahami putusan MK. Atas dasar argumentasi di atas, ICW mendesak agar Kemendagri dan pemerintah melakukan sejumlah hal, diantaranya:
Kemendagri segera menyerahkan Keputusan Presiden Nomor 50/P Tahun 2022 tentang Pengangkatan Penjabat Gubernur dan seluruh aturan teknis terkait pengisian posisi penjabat Kepala Daerah sebagai turunan dari Pasal 201 UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah sebagaimana diamanatkan dalam pertimbangan hakim di putusan MK No. 67/PUU-XIX/2021 dan No. 15/PUU-XX/2022 kepada ICW;
Kemendagri segera menyerahkan dokumen penjaringan calon penjabat, dokumen usulan dan saran yang diterima Kemendagri terkait kandidat penjabat, dokumen pertimbangan dalam sidang Tim Penilai Akhir calon PJ Kepala Daerah, serta dokumen rekam jejak dan latar belakang kandidat PJ Kepala daerah;
Pemerintah segera menyusun, mengesahkan, dan mengundangkan Peraturan Pemerintah terkait mekanisme pengangkatan penjabat yang berpijak pada nilai transparan, akuntabel, dan partisipatif;