STRATEGIC ASSESSMENT. Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) buka suara untuk memberikan respons soal penangkapan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas, Letkol Adm Afri Budi Cahyanto, oleh KPK dalam operasi tangkap tangan.
Kepala Basarnas, Marsekal Madya Henri Alfiandi, tak banyak menyampaikan hal terkait penangkapan ini, pasalnya jenderal bintang tiga ini mengaku belum mendapat informasi, usai anak buahnya ditangkap KPK. “Iya ikuti saja berita KPKnya, terus terang saya juga belum jelas apa masalahnya. Belum ada info resmi dari KPK kepada saya,” kata Marsdya Henri.
Sebelumnya, Letkol Adm Afri Budi Cahyanto, orang kepercayaan Kabasarnas RI terjaring tangkap tangan KPK kabarnya diringkus di kawasan Cilangkap, Jakarta Timur. Sementara lainnya ditangkap di Bekasi saat berada di warung Soto Boyolali.
Delapan orang termasuk pejabat Badan SAR Nasional (Basarnas) ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sebuah operasi tangkap tangan di Cilangkap, Jakarta Timur dan Jatisampurna, Bekasi.
Para tersangka terdiri dari penyelenggara negara dan pihak swasta, termasuk Letkol Adm Afri Budi Cahyanto, seorang anggota TNI AU yang juga Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas. Menurut Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, ada sekitar delapan orang yang diamankan dalam operasi tersebut.
“Semuanya masih menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK,”ujar Ali. Sementara itu, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan OTT tersebut terkait adanya dugaan kasus korupsi barang dan jasa. “Atas dugaan penyerahan uang terkait tindak pidana korupsi dalam pengadaan barang dan jasa,” kata Ghufron.
Lebih lanjut perkembangan operasi senyap KPK terhadap Basarnas ini akan diinformasikan oleh KPK ke depannya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menunjukkan langkah tegas dalam penanganan kasus korupsi. Kali ini, kepala Basarnas periode 2021-2023, Marsekal Madya (Marsdya) Henri Alfiandi, telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap yang terjadi.
Tindakan ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK terkait pengadaan barang dan jasa. Dalam operasi ini, KPK berhasil menetapkan lima orang sebagai tersangka, dua di antaranya adalah pejabat dari Basarnas, yaitu Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi Kepala Basarnas, Letkol Adm Afri Budi Cahyanto.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, memberikan keterangan bahwa Marsdya Henri Alfiandi tidak akan ditahan oleh KPK. Sebagai seorang perwira tinggi TNI AU, Henri Alfiandi akan dikoordinasikan dengan pihak TNI dalam proses hukum lebih lanjut.
“Penahanan akan dilakukan oleh Puspom TNI,” ujar Alex dalam konferensi pers di kantor KPK, Jakarta Selatan, pada Rabu (26/7) malam. Begitu pula dengan Letkol Afri, penahanannya juga diserahkan kepada Puspom TNI berdasarkan Pasal 42 UU KPK juncto Pasal 89 KUHAP.
“Terhadap dua orang tersangka, HA dan ABC, yang diduga sebagai penerima suap, penegakan hukumnya diserahkan kepada Puspom Mabes TNI untuk proses hukum lebih lanjut. Lalu, akan diselesaikan oleh tim gabungan penyidik KPK dan tim penyidik Puspom Mabes TNI,” jelas Alex.
Selain Marsdya Henri dan Letkol Afri, tiga tersangka lainnya adalah MG (Komisaris Utama PT MGCS), MR (Dirut PT IGK), dan RA (Direktur Utama PT KAU). Alex menyampaikan bahwa MR dan RA akan ditahan di Rutan KPK selama 20 hari ke depan. Untuk kepentingan penyidikan, dimulai dari tanggal 26 Juli 2023.
“MR ditahan di Rutan KPK pada gedung Merah Putih, RA ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1 gedung ACLC,” tambahnya. Sementara untuk tersangka MG, KPK mengingatkan agar bersikap kooperatif dalam mengikuti proses hukum perkara tersebut.
“Kami mengingatkan Tersangka MG untuk kooperatif dan segera hadir ke gedung Merah Putih KPK untuk mengikuti proses hukum dalam perkara ini,” tegas Alex.
KPK menetapkan Kepala Basarnas (Kabasarnas) Marsekal Madya Henri Alfiandi sebagai tersangka dalam suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas. Henri memiliki total kekayaan Rp 10,9 miliar.
Berdasarkan data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), kekayaan Henri mencapai Rp 10.973.754.000. Asetnya itu didominasi oleh lima bidang tanah senilai Rp 4.820.000.
Henri juga tercatat memiliki tiga unit mobil. Dia juga diketahui memiliki sebuah pesawat terbang jenis Zenitg 750 STOL keluaran tahun 2019.
Pesawat terbang itu tercatat hasil sendiri bukan pemberian orang lain. Nilai aset pesawat terbang Henri ini mencapai Rp 650 juta.
Selain itu Henri juga memiliki harta bergerak lainnya sebesar Rp 452.600.00 dan harta lainnya mencapai Rp 600.000.000. Henri pun masih memiliki kas dan setara kas sebesar Rp 4.056.154.000 serta dia tercatat tidak memiliki utang.
Keterlibatan Kabasarnas di Suap Proyek Basarnas
Kabasarnas Marsekal Madya (Marsdya) Henri Alfiandi ditetapkan sebagai tersangka penerima suap proyek pengadaan barang dan jasa di Basarnas. KPK mendalami informasi Henri menerima suap mencapai Rp 88,3 miliar sejak 2021.
Alex mengatakan Henri diduga menerima uang melalui orang kepercayaannya, Korsmin Kabasarnas RI Afri Budi Cahyanto (ABC). Suap itu diduga diberikan berbagai vendor pemenang proyek.
“Dari informasi dan data yang diperoleh Tim KPK, diduga HA bersama dan melalui ABC diduga mendapatkan nilai suap dari beberapa proyek di Basarnas tahun 2021 hingga 2023 sejumlah sekitar Rp 88,3 miliar dari berbagai vendor pemenang proyek,” kata Alex.
KPK telah menetapkan 5 orang yang ditangkap tersebut sebagai tersangka. 3 orang dari pihak swasta dan dua lainnya anggota TNI aktif.
Kelima tersangka tersebut adalah Kepala Basarnas (Kabasarnas) Marsekal Madya (Marsdya) Henri Alfiandi, Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS) Mulsunadi Gunawan (MG), Dirut PT Intertekno Grafika Sejati, (IGK) Marilya (MR), Dirut PT Kindah Abadi Utama (KAU) Roni Aidil (RA), dan Korsmin Kabasarnas RI Afri Budi Cahyanto (ABC).
Para terduga pemberi suap, yakni Mulsunadi Gunawan, Marilya, dan Roni Aidil, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan Henri Alfiandi dan Afri Budi Cahyanto diserahkan kepada Puspom TNI. Namun pengusutan kasusnya ditangani tim gabungan penyidik KPK dan Puspom TNI.