STRATEGIC ASSESSMENT. Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Silmy Karim mengatakan pemerintah tidak boleh melarang jika ada warga Indonesia (WNI) yang ingin berpindah kewarganegaraan. Hal itu disampaikan Silmy menanggapi fakta bahwa ada sekitar 1.000 WNI yang berpindah status menjadi warga negara Singapura setiap tahunnya. Menurut Silmy, berpindah status warga negara merupakan hak individu masyarakat di tiap negara. Fenomena ini, kata Silmy, patut menjadi catatan bersama pemerintah.
“Saya menyampaikan setiap tahun 1.000 warga Negara Indonesia menjadi warga Negara Singapura itu sebagai satu catatan,” kata Silmy, di sela kunjungan di Kota Singaraja, Kabupaten Buleleng, Bali.
Ia menyebutkan, bahwa pemerintah tidak bisa melarang warga Indonesia berpindah ke lain negara. Karena, hal itu adalah sebuah hak warga negara dan juga alasan privat dari warga negara tersebut.
“Kita tidak bisa melarang mereka. Itu adalah hak daripada mereka warga negara yang ingin kemudian bergabung dengan warga negara lain. Itu alasan privat, tetapi kita jadikan ini, kita sikapi ini, bahwa Indonesia memang mesti terus memperbaiki diri agar bisa memenuhi harapan daripada warga negaranya,” ucapnya menambahkan.
“Tetapi ini jadikan sebagai alarm saja untuk kita terus perbaiki dan memberikan manfaat kepada masyarakat. Itu biasa-biasa saja, tetapi fenomena ini perlu disikapi bukan hanya oleh imigrasi tetapi juga oleh pemerintah secara umum,” ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Imigrasi Kemenkumham Silmy Karim buka-bukaan terkait data warga negara Indonesia (WNI) yang pindah jadi warga negara Singapura. Rata-rata mereka yang pindah berusia produktif yakni 25-35 tahun.
“Sekitar 1.000 orang per tahun (masyarakat Indonesia pindah jadi warga negara Singapura). Rata-rata ini usia produktif 25-35 tahun,” kata Silmy.
Sementara itu, di Pidie Jaya, Aceh, pemerhati masalah strategis Indonesia, Bustaman Al Rauf mengatakan, memang berpindahnya WNI menjadi warga negara asing tidak boleh dilarang, karena itu merupakan hak mereka, namun fenomena ini penuh dengan nuansa politis dan kenegaraan yang perlu menjadi renungan bersama. “Fenomena warga negara pindah ke negara lain bisa dipicu karena mereka malu dengan kondisi negara asalnya sehingga daripada mendapat stigmatisasi yang buruk dari negara lainnya, maka mereka pindah warga negara,” tandasnya seraya menegaskan fakta ini menunjukkan bahwa sejumlah hasil survei yang menyatakan tingkat kepuasaan masyarakat atas pemerintahan saat ini masih tinggi, patut dipertanyakan.