STRATEGIC ASSESSMENT. Rusia memutuskan keluar dari perjanjian yang memfasilitasi ekspor gandum dari Ukraina. Keputusan tersebut muncul usai drone Ukraine menyerang jembatan yang menghubungkan Rusia dengan Semenanjung Krimea. Mengutip AFP, Moskow, yang selama beberapa bulan mengeluh tentang pelaksanaan perjanjian gandum, menyatakan serangan terhadap jembatan Kerch tidak ada hubungannya dengan penarikan mereka dari perjanjian tersebut yang bertujuan untuk menghindari kelangkaan pangan di negara-negara yang rentan.
“Perjanjian gandum telah berakhir. Begitu bagian Rusia (dari perjanjian) terpenuhi, pihak Rusia akan segera kembali,” kata juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov. Namun, Presiden Volodymyr Zelensky mengatakan Ukraina siap untuk terus mengekspor gandum melalui Laut Hitam meskipun Rusia keluar dari perjanjian tersebut.
“Kami tidak takut. Kami telah dihubungi oleh perusahaan-perusahaan pemilik kapal. Mereka mengatakan siap untuk melanjutkan pengiriman,” kata Zelensky. Sementara itu, data JCC menyatakan Tiongkok dan Turki adalah importir utama pengiriman gandum.
Perjanjian tersebut telah membantu Program Pangan Dunia memberikan bantuan kepada negara-negara yang menghadapi kekurangan pangan kritis seperti Afghanistan, Sudan, dan Yaman.
Keputusan Rusia akan memberikan dampak terbatas pada harga gandum internasional, yang turun hampir seperempat dibandingkan satu tahun yang lalu.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menegaskan tak ada satu pihak pun punya hak menghancurkan ketahanan pangan negara lain dan dunia berkesempatan untuk menunjukkan ke Rusia bahwa “pemerasan” tidak diperbolehkan. Hal ini diungkapkan Zelensky usai keputusan Rusia menarik diri dari kesepakatan gandum Laut Hitam.
Menurut Zelensky, ekspor gandum Ukraina menyediakan ketahanan pangan bagi 400 juta orang di dunia sehingga Rusia tidak bisa bertindak sesuai keinginan mereka sendiri.
“Jika sekelompok orang seperti Kremlin mengklaim punya hak untuk memutuskan apakah makanan akan tersedia di meja berbagai negara Mesir atau Sudan, Yaman atau Bangladesh, China atau India, Turki atau Indonesia, maka dunia punya kesempatan untuk menunjukkan bahwa pemerasan tidak diperbolehkan kepada siapa pun,” kata Zelensky dalam pidatonya, seperti dikutip Al Jazeera.
Zelensky menambahkan, “Semua orang punya hak untuk stabilitas. Afrika punya hak untuk stabilitas, Eropa punya hak untuk stabilitas. Oleh karena itu semua harus peduli dengan keamanan, tentang perlindungan dari kegilaan Rusia. Inisiatif gandum Black Sea dapat dan harus terus beroperasi jika tanpa Rusia, maka tanpa Rusia.”
Usai keputusan Rusia menarik diri dari kesepakatan gandum Laut Hitam, muncul kecaman dari berbagai pihak.
Kesepakatan itu memungkinkan ekspor biji-bijian Ukraina dari pelabuhan Laut Hitam negara itu. Perjanjian tersebut membantu memastikan stabilitas harga komoditas global vital seperti gandum.
“Perjanjian berumur satu tahun adalah garis hidup untuk ketahanan pangan global dan mercusuar harapan di dunia yang bermasalah,” kata Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa, Antonio Guterres. Guterres mengatakan dia “sangat kecewa” karena surat yang dikirimkan kepada Presiden Rusia Vladimir Putin pekan lalu dengan tujuan untuk menyelamatkan perjanjian itu, tidak diindahkan.
“Pada akhirnya, partisipasi dalam perjanjian ini adalah sebuah pilihan. Namun banyak orang yang sedang berjuang di mana-mana, sementara negara berkembang tidak punya pilihan. Ratusan juta orang menghadapi kelaparan dan krisis biaya hidup secara global,” ujar Guterres.
Awal pekan ini, Rusia memutuskan untuk menangguhkan keikutsertaannya dalam perjanjian ekspor gandum. Moskow menegaskan hanya akan kembali ke perjanjian itu, jika persyaratan terkait produk-produk Rusia terpenuhi.
Ada pun syarat yang diajukan Moskow di antaranya pencabutan hambatan ekspor makanan dan pupuk Rusia, sebagai imbalan kerja sama lebih lanjut dalam kebijakan ekspor gandum ini. Kremlin khususnya meminta keringanan dari sanksi Barat atas logistik hingga asuransi pengiriman.
Sementara, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo angkat suara mengenai rencana India yang mau menutup ekspor beras. Menurutnya cadangan beras di Indonesia masih cukup.
“Ada pak Luhut (Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi). Tanya pak Luhut aja. Cuma yang saya lihat ketersediaan kita cukup kok,” kata Syahrul Yasin, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.
Syahrul menyebut dari data yang dimilikinya, stok beras di Indonesia masih cenderung aman. Di mana sampai Juli ini ada panen hingga di atas 800 ribu ha, sedangkan pada bulan Agustus juga mencapai di atas 800 ribu ha. Hal ini juga yang membuat dirinya masih meyakini tidak akan ada kelangkaan beras jelang puncak fenomena El Nino pada Agustus – September mendatang.
“Overstock kita masih di atas 2 juta, tapi kita tidak boleh PD (Percaya diri) siapa tahu El Nino berlanjut dari Agustus – September. sehingga presiden bilang ini nggak boleh. Dihitung, optimalkan saja yang bisa dilakukan,” katanya.
Ada beberapa upaya yang dilakukan Kementerian Pertanian dalam mengantisipasi fenomena El Nino, seperti memetakan daerah di Indonesia yang terdampak El Nino. Pada daerah yang airnya menipis bakal dilakukan intervensi seperti pengendalian air irigasi, persiapan lumbung pangan khusus, hingga penyiapan varietas tanaman yang hanya butuh sedikit air. Kementan juga menyiapkan 6 provinsi menjadi penyangga utama El Nino. 3 berada di Jawa, Sumatra Selatan, Sumatra Utara, Sulawesi, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Selatan.
Sebelumnya, Reuters melansir pemberitaan terkait kabar rencana pemerintah India yang tengah mewacanakan melarang ekspor sebagian besar varietas beras, khususnya beras non-Basmati.
Sementara itu, Indonesia sendiri untuk saat ini belum ada rencana mengimpor beras dari India. Hal itu terungkap dari kontrak impor beras oleh Perum Bulog.
“Tahap 1 kita ada kontrak dengan India, untuk tahap 2 belum ada,” kata Kabag Humas Bulog Tomi Wijaya kepada CNBC Indonesia saat dikonfirmassi terkait perkembangan realisasi impor beras oleh Bulog.
Sedangkan, Presiden Jokowi kumpulkan para menteri untuk antisipasi ancaman berat El Nino. Puncak El Nino diperkirakan terjadi pada Agustus-September 2023.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan fenomena El Nino atau panas ekstrem akan melanda sebagian besar wilayah Indonesia, dan sudah mendekati masa puncak.
“Presiden mengumpulkan semua menteri dan menko dalam mengantisipasi El Nino yang menurut BMKG kita puncaknya akan ada di Agustus-September,” kata SYL usai rapat terbatas di Istana, Jakarta. SYL mengatakan, Jokowi berpesan agar masalah produksi pangan harus benar-benar jadi perhatian, dan disiapkan skenario terburuk.
“Oleh karena itu perintah presiden ini harus di kita tidak boleh bersoal khususnya dengan beras dan lain lain agar benar antisipasi sejelek mungkin harus dipersiapkan,” katanya..
Ia bilang kementan dimintakan persis mana daerah yang masih hijau berarti airnya sangat cukup. Sehingga harus dibackup dengan upaya upaya optimalisasi pertanaman dan upaya pengendalian lainnya
Sebelumnya para menteri terlihat berdatangan hadir pada pukul 09.30 WIB. Terpantau beberapa menteri yang sudah hadir seperti, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsat Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Ham Mahfud MD, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Menteti Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi.