STRATEGIC ASSESSMENT-Banda Aceh. Mencuatnya isu dugaan pengangkatan Achmad Marzuki sebagai Pj Gubernur Aceh secara in prosedural, serta indikasi surat bodong yang dikeluarkan Kemendagri RI, kini masih terus bergulir di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Sejumlah aktifis yang menamakan diri Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Skandal Pengangkatan Pj Gubernur Aceh, melakukan gugatan terhadap keputusan Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian yang dinilai cacat hukum dan menabrak aturan.
Kepala Operasional YLBHI-LBH Banda Aceh, Muhammad Qudrat dalam siaran pers menjelaskan, sidang gugatan pengangkatan Pj Gubernur Aceh, kembali digelar hari ini dengan agenda tambahan alat bukti surat dan pemeriksaan ahli dari para tergugat.
“Hari ini para tergugat urung mengajukan ahli untuk diperiksa di persidangan, namun hanya mengajukan pendapat ahli secara tertulis, padahal secara hukum alat bukti keterangan ahli disampaikan dalam persidangan,” jelas Muhammad Qudrat.
Menurutnya, pendapat ahli yang diajukan itu tidak dapat dikatakan sebagai alat bukti keterangan ahli, melainkan hanya alat bukti surat. Selain itu, dalam persidangan hari ini pendapat ahli tersebut, juga tidak diterima oleh majelis hakim karena tergugat tidak membubuhkan materai. Belum diketahui alasannya, entah lupa ataupun memang tidak memahami beracara di persidangan.
Muhammad Qudrat menuturkan, dalam persidangan ini Tergugat II (Menteri Dalam Negeri), juga mengajukan beberapa tambahan alat bukti surat. Diantaranya Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 821.3-35086 Tahun 2022 tentang Pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Surat ini menunjukkan bahwa Achmad Marzuki diangkat menjadi PPPK sebagai staf ahli Menteri Dalam Negeri Bidang Hukum dan Kesatuan Bangsa pada tanggal 3 Agustus 2022. Itu artinya Surat Keputusan pengangkatan Achmad Marzuki sebagai PPPK baru diterbitkan pasca yang bersangkutan diangkat menjadi PJ Gubernur Aceh.
Bukti surat berikutnya yang diajukan dalam persidangan kali ini adalah Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 100.4/464/SJ tanggal 25 Januari 2023 perihal Tindak Lanjut Laporan Khusus Ombudsman RI. Menurut Menteri Dalam Negeri, surat ini diajukan untuk membuktikan telah terdapat kesepakatan antara Menteri Dalam Negeri dengan Ombudsman mengenai pelantikan PJ Gubernur yang telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Padahal jika dicermati, surat ini bukanlah surat kesepahaman, melainkan surat sepihak yang diterbitkan sendiri oleh Menteri Dalam Negeri. Sebab, surat tersebut dibuat dan ditandatangani sendiri oleh Menteri Dalam Negeri. Tidak pernah ada persetujuan atau tanda tangan Ombudsman di dalamnya.
Alat bukti surat lainnya yang diajukan dalam persidangan kali ini adalah Berita Acara Pengambilan Sumpah/Janji Jabatan Pegawai Negeri Sipil a.n Mayjen TNI (Purn) Achmad Marzuki. Menariknya, surat ini tidak dibubuhi cap atau stempel Kementerian Dalam Negeri sebagaimana layaknya surat-surat Kementerian Dalam Negeri lain pada umumnya. Sidang berikutnya dalam perkara ini akan diadakan pada tanggal 29 Maret 2023. Ini adalah kesempatan terakhir bagi para pihak untuk mengajukan pembuktian. Setelah itu, sidang akan dilanjutkan dengan agenda kesimpulan, dan kemudian dilanjutkan dengan pembacaan putusan.
Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Pengangkatan Pj Gubernur Aceh ini, terdiri dari YLBHI LBH Banda Aceh, KontraS, PBHI dan Imparsial. Mereka mengaku akan terus mengawal dugaan skandal itu, hingga adanya Pj Gubernur Aceh yang memiliki legalitas, serta diangkat sesuai hukum dan aturan yang berlaku (Metro Aceh).