STRATEGIC ASSESSMENT-Jakarta. Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis laporan tahunan hasil pemantauan tren penindakan korupsi pada 2022 yang ditangani oleh 3 aparat penegak hukum (APH), yakni kejaksaan, kepolisian, dan KPK. ICW menyoroti kinerja masing-masing APH dalam menindak kasus korupsi di tahun lalu dengan total kerugian negara sebesar Rp 42,747 triliun.
Koordinator Divisi Hukum dan Peradilan ICW Lalola Easter memaparkan temuan umum terkait penindakan tipikor pada 2022 mencapai 597 kasus. Kasus korupsi itu meliputi kasus suap, pungutan liar, dan pencucian uang.
“Temuan umum yang terjadi pada 2022 yaitu 597 kasus, 1.396 orang, kerugian negara Rp 42,747 triliun. Kasus suap sebesar Rp 693 miliar, pungutan liar Rp 11,9 miliar, pencucian uang Rp 955 miliar,” kata Lalola dalam pemaparannya.
Lalola selanjutnya memaparkan kinerja masing-masing APH dalam menangani kasus korupsi di tahun 2022. Dari ketiga APH, Kejaksaan menjadi institusi yang menangani kasus korupsi dengan nilai kerugian negara terbesar, yakni mencapai Rp 39,207 triliun. “Kejaksaan 405 kasus, 909 tersangka, nilai kerugian negara dari kasus yang ditangani Rp 39,207 triliun,” papar Lalola.
Lalola melanjutkan, kepolisian berhasil menangani korupsi dengan nilai kerugian sebesar Rp 1,3 triliun. Sementara KPK dengan nilai kerugian negara sebesar Rp 2,2 triliun.
“Kepolisian 138 kasus, 307 tersangka, Rp 1,327 triliun. KPK 36 kasus, 150 tersangka, Rp2,212 triliun,” lanjut dia.
Lalola juga menyampaikan tren kinerja dari ketiga APH dalam menangani korupsi di tahun 2022 dibandingkan tahun 2021. Lalola menunjukkan masing-masing APH menangani jumlah kasus yang meningkat ketimbang tahun sebelumnya.
“Kejaksaan, di tahun 2021 jumlah kasus sebanyak 371, tersangka sebanyak 814. Di tahun 2022 ada 405 kasus, 909 tersangka. Lalu kepolisian, di tahun 2021, jumlah kasus 130, tersangka sebanyak 244. Di tahun 2022 jumlah kasus 138, tersangka 337,” kata Lalola.
“KPK, di tahun 2021, jumlah kasus sebanyak 32, tersangka 115. Di tahun 2022 jumlah kasus 36, tersangka sebanyak 150,” sambungnya.
Berdasarkan temuan itu, Lalola menyampaikan sejumlah rekomendasi dari ICW. Rekomendasi ini diarahkan kepada APH, pemerintah, dan DPR.
Rekomendasi kepada aparat penegak hukum (kejaksaan, kepolisian, KPK): pertama, kerja-kerja penindakan yang berkaitan kasus korupsi oleh setiap APH (aparat penegak hukum) harus dilakukan dengan prinsip transparansi dan mengedepankan akuntabilitas. Kedua, setiap APH harus lebih aktif untuk memaksimalkan upaya pemulihan aset hasil kejahatan. Ketiga, APH dan PPATK perlu membangun sinergi yang baik guna mendorong optimalisasi penelusuran aset hasil kejahatan tindak pidana korupsi. Keempat, setiap APH perlu melakukan evaluasi dan peningkatan kapasitas secara berkala bagi para penyidiknya.
Rekomendasi kepada pemerintah dan DPR: pertama, Pemerintah dan DPR harus memprioritaskan proses legislasi dengan segera mengesahkan sejumlah regulasi antikorupsi seperti RUU Perampasan Aset, RUU Pembatasan Transaksi Uang Tunai dan Revisi UU Tindak Pidana Korupsi guna menunjang kerja-kerja pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh APH. Kedua, Pemerintah harus melakukan evaluasi secara berkala terhadap pimpinan APH.