STRATEGIC ASSESSMENT-Jakarta. Utusan Khusus Presiden (UKP) Bidang Kerja Sama Pengentasan Kemiskinan dan Ketahanan Pangan Muhamad Mardiono menyatakan bahwa dalam sejarahnya, kemiskinan dan krisis pangan dapat memicu ketidakstabilan politik, bahkan berpotensi menciptakan konflik dan kerusuhan sosial di suatu negara.
“Pengalaman di banyak negara, sebagian besar gejolak terjadi karena tingkat pendapatan rendah yang menyebabkan kemiskinan dan kerawanan pangan yang tinggi,” kata UKP Bidang Kerja sama Pengentasan Kemiskinan dan Ketahanan Pangan Muhamad Mardiono setelah pertemuan dengan delegasi dari Singapura di Kantor UKP Jakarta.
Mardiono menyatakan pihaknya sangat menyadari peran strategis pangan dalam hal ketahanan nasional, sebab ancaman geopolitik saat ini bukan lagi intervensi militer semata. Demikian juga dalam hal resolusi konflik lebih mengedepankan diplomasi dan kerja sama serta prinsip kemanusian yang universal, terutama untuk menghadapi ancaman yang lebih serius seperti perubahan iklim, bencana alam, kelangkaan sumber daya termasuk pangan, penyakit menular, dan kejahatan transnasional.
Utusan Khusus Presiden (UKP) Muhammad Mardiono mengungkapkan bahwa selain sebagai penentu dan syarat mutlak bagi ketahanan nasional, ketahanan pangan adalah pilar penting bagi sektor-sektor pembangunan lainnya. “Karena itu, perlu upaya perbaikan dan penguatan tata kelola sistem pangan nasional dimulai dari produksi, distribusi hingga konsumsi secara komprehensif,” kata Mardiono yang juga Ketua Umum PPP.
“Implikasi lebih luasnya kerja sama di bidang pangan menjadi langkah strategis untuk memelihara ketahanan regional negara-negara ASEAN,” katanya.
Kerja sama RI-Singapura
Pada kesempatan itu, UKP Mardiono menerima delegasi dari Singapura yang terdiri dari Senior Minister Teo Chee Hean; Deputy Ambassador Jeremy Sor; Special Assistant to SM, Ang Wee Keong; Special Assistant-designate to SM, Mikail Kalimuddin; Ministry of Foreign Affairs Deputy Director-General Tan Weiming; Ministry of Foreign Affairs Deputy Director Lim Weiyang; dan Second Secretary Natasha Sim.
Pertemuan itu membicarakan sejumlah hal di antaranya tentang kerja sama investasi Indonesia dengan Singapura. Data Badan Koordinasi Penanaman Modal terkait realisasi penanaman modal asing (PMA) dalam sepuluh tahun terakhir di Indonesia menunjukkan bahwa Singapura merupakan negara penanam modal asing terbesar dengan nilai total investasi dari tahun 2012 – 2022 mencapai US$ 87,03 miliar yang dialokasikan dalam 60.483 proyek.
“Kami melihat masih terdapat gap distribusi sektoral dan gap distribusi kewilayahan PMA dari Singapura di Indonesia. Gap distribusi sektoral terjadi pada sektor perkebunan terutama kelapa sawit yang lebih dominan dibandingkan dengan investasi pada sektor pertanian lainnya seperti tanaman pangan, peternakan, dan perikanan yang potensinya cukup besar namun belum optimal dikembangkan. Padahal sektor tersebut merupakan sumber daya penting untuk menghadapi ancaman kelangkaan dan kerawanan pangan di masa depan. Ketiga sektor ini juga yang paling dekat dengan ekonomi wilayah perdesaan dan tidak kalah potensi nilai tambah yang dapat dibangkitkannya,” kata Mardiono.
“Terkait gap kewilayahan, kami menemukan pertumbuhan nilai PMA yang besar seperti di Provinsi Sulawesi Tengah selama tiga tahun terakhir. Tren ini merupakan kabar baik karena menjadikan Sulawesi Tengah sebagai salah satu wilayah primadona untuk investasi PMA di sektor industri pengolahan mineral, khususnya smelter nikel. Karena provinsi ini masih menjadi salah satu provinsi dengan angka kemiskinan tertinggi, tentu kita mengharapkan investasi di Sulawesi Tengah adalah investasi yang inklusif dan membawa perecepatan pengentasan kemiskinan di daerah ini,” kata Mardiono.
“Saya berharap ke depan, kerja sama antara Indonesia dan Singapura dapat terus berkembang sebagaimana sejarahnya selama ini. Indonesia dan Singapura adalah mitra strategis di berbagai bidang Indonesia sejak lama. Karena itu kerja sama investasi multisektor yang telah lama terjalin dapat menciptakan nilai tambah ekonomi, memberikan dampak sosial yang lebih luas khususnya percepatan pengentasan kemiskinan, pembangunan perdesaan, dan ketahanan pangan,” kata Mardiono.