STRATEGIC ASSESSMENT-Jakarta. Secara umum di Indonesia selama puluhan tahun dalam hal produksi padi terpola masa puncak panen raya bulan Maret- April, kemudian masa paceklik padi pada bulan Oktober – Desember dan Januari. Rifanzi C. V Rachmat Asisten Utusan Khusus Presiden (UKP) RI Bidang Kerjasama Pengentasan Kemiskinan dan Ketahanan Pangan menjabarkan bahwa pola masa tanam dan masa panen padi di Indonesia terus berulang setiap tahunnya., misalnya masa puncak panen raya padi bulan Maret- April produksi padi melimpah, sementara produksi padi terendah bulan Oktober- Desember. “Sebenarnya bisa kita antisipasi langkah apa yang harus dilakukan pada tiap periode tersebut. Kita mengharapkan sejak adanya Badan Pangan Nasional dapat mengurus pangan hulu-hilir”.
Sesuai Perpres No 66/2021 Badan Pangan Nasional sebagai Lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden, memiliki tugas strategis ketersediaan, stabilisasi pasokan dan harga, penganekaragaman konsumsi, kerawanan pangan dan gizi, dan keamanan pangan.
Rifanzi, mengapresiasi dan mendukung Langkah Badan Pangan Nasional yang menggandeng parapihak khususnya mengenai harga pembelian gabah dan beras jelang masa panen raya padi di bulan Maret 2023. Lebih khusus lagi antisipasi gejolak harga pangan khususnya menjelang Ramadan dan idul Fitri, agar konsumen, masyarakat luas dan petani dapat terlindungi dan terjamin kesejahteraannya.
Stabilisasi Harga
Badan Pangan Nasional bersama para pelaku usaha penggilingan padi sepakati harga pembelian gabah dan beras jelang dalam rangka menjaga stabilisasi harga gabah dan beras di tingkat petani (hulu) hingga konsumen (hilir). Kesepakatan harga ini juga bagian dari upaya pemerintah melindungi penggilingan padi skala kecil dan mempersiapkan Perum Bulog sebagai off taker pada panen raya.
Pernyataan tersebut disampaikan Kepala NFA Arief Prasetyo Adi, usai Rapat Koordinasi Persiapan Penyerapan Gabah/Beras, Senin, (20/2/2023), di Jakarta. Menurut Arief, ceiling price atau harga pembelian atas yang berhasil disepakati dalam rapat tersebut sangat penting dan krusial dalam persiapan menghadapi panen raya. Pasalnya, ceiling price tersebut akan menjadi batas atas harga pembelian gabah/beras bagi para penggilingan padi, sehingga baik penggilingan padi besar dan kecil memiliki plafon harga yang sama.
“Kesepakatan ceiling price ini sangat penting agar pada panen raya nanti tidak terjadi pembelian gabah/beras di tingkat petani dengan harga yang tidak terkendali bahkan cenderung terlalu tinggi karena persaingan bebas antar penggilingan demi mendapatkan gabah/beras,” jelasnya.
Dalam rapat tersebut disepakati harga pembelian atas (ceiling price) Gabah Kering Panen (GKP) Tingkat Petani Rp 4.550 per kg, GKP Tingkat Penggilingan Rp 4.650 per kg, Gabah Kering Giling (GKG) Tingkat Penggilingan Rp 5.700 per kg, dan Beras Medium di Gudang Perum Bulog Rp 9.000 per kg. Penetapan ceiling price ini mulai berlaku pada 27 Februari 2023 sampai batas waktu yang akan ditentukan kemudian.
“Ceiling price yang disepakati tersebut lebih tinggi sekitar 8 sampai 9 persen dari HPP yang ditetapkan dalam Permendag No.24 Tahun 2020. Kenaikan tersebut tentunya mempertimbangan naiknya harga pokok produksi saat ini,” ujarnya.
Asisten Utusan Khusus Presiden (UKP) RI, selain mendukung Langkah Badan Pangan Nasional juga mengingatkan agar kebijakan yang telah ditetapkan dapat dilaksanakan selain untuk menjaga stabilisasi harga gabah dan beras, namun juga sabagai cara melindungi penggilingan padi skala kecil, jangan dilupakan kesejahteraan petani sebagai produsen juga harus diutamakan. Inilah tantangan bagi Badan Pangan Nasional untuk menyeimbangkan berbagai kepentingan dari semua stakeholder agar dapat terpenuhi secara berkeadilan.