STRATEGIC ASSESSMENT. Salah satu wacana politik yang trend saat ini adalah kemungkinan diterapkan kembali sistem proporsional tertutup pada Pemilu 2024. PDIP bersama Yusril Ihza Mahendra yang juga Ketua Umum Partai Bulan Bintang setuju dengan sistem proporsional tertutup, dan disisi yang lain 8 partai politik di DPR RI telah sepakat tetap mempertahankan sistem proporsional terbuka. Yusril sudah melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan sebelumnya 6 orang warga masyarakat juga menggugat sistem proporsional terbuka ke MK. Pertanyaan strategisnya adalah mungkinkah Mahkamah Konstitusi membolehkan penerapan Sistem Proporsional Tertutup di Pemilu 2024?
Penolakan terkait sistem proporsional tertutup terus berlanjut karena banyak kalangan menyakini jika diterapkan merupakan kemunduran bagi demokrasi kita, Parpol ingin mengatur siapa saja yang akan duduk di lembaga legislatif, padahal seharusnya rakyat yang menentukan siapa yang dianggap layak untuk mewakili mereka dari partai tersebut untuk duduk di lembaga legislatif, sistem proporsional tertutup mirip Orba, dan sejumlah alasan lainnya yang secara tidak langsung menunjukkan keheranan dari banyak kalangan jika sistem tersebut kembali diberlakukan, sehingga banyaknya opini menolak sistem proporsional tertutup akan membuat Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menolak judicial review.
Penolakan masyarakat terkait wacana rencana penerapan sistem proporsional tertutup pada dasarnya mereka tidak ingin memberikan “cek kosong” kepada Parpol tanpa adanya pengawasan yang ketat. Disamping itu, penolakan ini juga menunjukkan gradasi kemajuan paradigma berpolitik masyarakat yang sebenarnya merupakan kemajuan demokrasi itu sendiri yang patut disyukuri.
Bagaimanapun juga, masyarakat tetap menilai dengan diterapkannya sistem proporsional terbuka, maka masyarakat bisa menjadi subyek politik bukan sekedar obyek politik, sehingga demokrasi Indonesia akan menjadi demokrasi yang substantif dan bukan demokrasi prosedural semata.
Terkait dengan gugatan judicial review sistem proporsional terbuka ke MK, tetap ada kemungkinan MK menerima gugatan tersebut, karena jelas MK sebelum memutuskan perkara akan memperhatikan kemungkinan adanya novum (bukti) baru terkait perubahan Sikon Polkam dan kajian konstitusional serta kajian politis yang membuat MK akhirnya dapat memahami jika sistem proporsional tertutup akan dilaksanakan pada Pemilu 2024. Apapun keputusan MK, mengacu kepada pernyataan Wapres maka seluruh elemen bangsa khususnya Parpol peserta Pemilu 2024 harus menaatinya.
Kemungkinan besar MK akan menolak gugatan sistem proporsional terbuka pada Pemilu 2024 yang otomatis berarti memberlakukan sistem proporsional tertutup, hal ini cukup masuk akal karena kalangan Parpol yang lolos Pemilu 2024 seperti PBB melalui Yusril Ihza Mahendra melakukan gugatan, dimana gugatan ini memiliki legal standing yang kuat, karena PBB merasa dirugikan dengan sistem proporsional terbuka dengan alasan sebagai Parpol baru, belum kuat modal politiknya dll atau dengan kata lain sebenarnya kelompok yang menentang sistem proporsional tertutup dapat dinilai sebagai kelompok yang menghalalkan adanya suap politik, membengkaknya anggaran peserta Pilkada/Pemilu, pemenang Pilkada/Pemilu harus membayar hutangnya kepada investor politik dan pendukung sistem proporsional terbuka sama artinya mereka mendukung adanya politik berbiaya mahal di Indonesia.
Redaksi menggarisbawahi Kemendagri, KPU, Bawaslu, Kemenkominfo dan Kemenkumham untuk mengantisipasi damage control yang tidak diharapkan dari diskursus sistem proporsional tertutup dan sistem proporsional terbuka (Red)