STRATEGIC ASSESSMENT. Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa mengatakan, praktik politik dagang sapi yang bisa muncul andai Pilkada dikembalikan ke DPRD. Dalih pilkada langsung yang saat ini diterapkan memunculkan praktik korupsi yang meluas di daerah belum bisa dibuktikan. Selain itu, pilkada lewat DPRD juga tidak menjamin akan bebas dari transaksional.
Sementara, Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan, wacana peniadaan Pilkada langsung dan diganti lewat DPRD membahayakan demokrasi, karena hak rakyat memilih kepala daerahnya menjadi hilang. Konstitusi tidak menyebut jelas bahwa penyelenggaraan Pilkada langsung melainkan secara demokratis. Namun, sudah ada preseden di mana pengembalian Pilkada ke DPRD sempat mendapat penolakan publik. Dalam hal ini saat DPR dan pemerintah mengesahkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang mengembalikan proses Pilkada ke DPRD. Namun, Presiden saat itu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengeluarkan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 yang mengembalikan proses Pilkada dilakukan langsung oleh rakyat.
Menurutnya, yang harus diperbaiki adalah tahap pencalonan kepala daerah yang sering kali dibantu oleh pemodal atau cukong di Pilkada. Hal itu yang membuat praktik korupsi sangat menjamur. Pilkada langsung oleh rakyat sudah final sebab publik punya tingkat partisipasi yang tinggi, baik dalam memilih maupun mengawasi kepala daerah.
Wali Kota Surabaya yang juga Politisi PDIP Eri Cahyadi mengatakan lebih setuju jika kepala daerah, baik itu gubernur, bupati, wali kota dipilih langsung oleh presiden daripada melalui DPRD. Pemilihan kepala daerah dipilih langsung oleh presiden untuk mencegah konflik antar warga karena beda pandangan politik pada setiap pemilihan.
Menurutnya, pelaksanaan pilkada tidak langsung justru akan banyak membawa manfaat. Kepentingan menyejahterakan masyarakat akan sesuai dengan agenda pemerintah pusat.
Sedangkan, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah mengatakan, dapat memahami bahwa sistem Pilkada langsung masih ada permasalahan. Namun, Pilkada langsung tidak serta merta harus dihilangkan. Wacana peniadaan Pilkada langsung dan menggantinya lewat DPRD merupakan suatu kejahatan yang merusak konstitusi.
Dalam pertemuan dengan Wantimpres pada bulan Oktober 2022, Bambang Soesatyo (Ketua MPR RI) mengatakan, pihaknya dan Wantimpres tengah mengkaji pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) langsung dan sepakat untuk menilik kemungkinan kepala daerah tidak dipilih langsung oleh masyarakat, tapi melalui DPRD. Kajian pada penyelenggaraan pilkada dipilih DPRD bisa dilakukan, sebab, dalam Pasal 18 Ayat 4 UUD 1945 menyatakan gubernur, bupati, dan wali kota dipilih secara demokratis. Oleh karena itu, pemilihan kepala daerah melalui DPRD, tetap memenuhi asas demokrasi. MPR RI dan Wantimpres sepaham untuk menjaga agar demokrasi tetap sesuai dengan Pancasila.
Menurut Redaksi, Wacana Pilgub/Pilbup dan Pilwalkot dipilih oleh DPRD digagas pertama kali oleh Ketua MPR RI yang juga Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo ketika bertemu dengan delegasi Wantimpres masih menimbulkan resistensi atau penolakan dengan beragam alasan antara lain Pilkada oleh DPRD tidak menghilangkan biaya politik tinggi. Selain itu, jika kepala daerah di pilih DPRD, kepentingan DPRD yang kerap berseberangan dengan kepentingan rakyat akan dimenangkan, karena perekrutan buruk dan sarat politik uang, DPRD dinilai belum mewakili kepentingan rakyat; Pilkada kepala daerah melalui DPRD dianggap sebagai kemunduran bagi proses demokratisasi lokal dan pengkhianatan terhadap amanat reformasi karena menghilangkan hak dasar rakyat berpartisipasi dalam pemerintahan.
Berbeda dengan Bambang Soesatyo, maka usulan Wali Kota Surabaya/Politisi PDIP Eri Cahyadi bahwa Gubernur, Bupati dan Walikota dipilih oleh Presiden jauh lebih menarik dibandingkan Pilkada oleh DPRD. Presiden yang dilahirkan dari proses demokrasi yaitu Pilpres dan posisinya sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara juga harus dihormati dengan dibebaskannya Presiden memilih para pembantunya dari Menteri sampai kepala daerah, karena kegagalan dan keberhasilan pemerintahan dimintai pertanggungjawabannya kepada Presiden bukan kepada legislatif. Meskipun demikian, pemikiran Wali Kota Surabaya tetap akan membuka peluang pro dan kontra, setidaknya akan dinilai sebagai pemikiran yang ingin mengembalikan marwah Orba, walaupun sebenarnya untuk kepentingan soliditas pemerintahan dan kelancaran program pembangunan nasional serta kepentingan nasional di daerah, maka usulan Eri Cahyadi lebih masuk akal.
Ide Pilgub/Pilbup dan Pilwalkot dipilih oleh DPRD oleh Ketua MPR RI yang juga Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo jelas akan semakin menancapkan hegemoni pengaruh Parpol dalam pemerintahan sampai ke daerah, disamping tetap membuka peluang para kepala daerah yang tidak seafiliasi politik dengan Presiden atau tidak satu Parpol akan mudah untuk “menjegal, membangkang/mbalelo” dari titah pemerintah pusat, dan kekuasaan pemerintahan akan mudah digerogoti kalangan Parpol.