STRATEGIC ASSESSMENT. Sebanyak 8 partai politik parlemen yang menolak penggunaan sistem proporsional tertutup alias coblos gambar partai bersua di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, hari ini, Ahad, 8 Januari 2023. Ketua Umum partai beserta jajaran pengurus inti bakal mengkonsolidasikan gerakan penolakan tersebut.
Dari 9 parpol di parlemen, hanya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang absen. Pasalnya, partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri ini mendukung Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 digelar dengan menggunakan sistem proporsional tertutup.
Absennya PDIP dalam acara persamuhan hari ini. Ketua DPP PDIP yang juga anggota DPR Komisi Pertanian Djarot Saiful Hidayat mengaku tidak tahu-menahu ihwal acara ini. Menurut Djarot, partainya masih berfokus menyiapkan acara HUT PDIP ke-50 pada 10 Januari 2023 mendatang.
Adapun 8 parpol yang bersua terdiri atas gabungan parpol pendukung pemerintahan Joko Widodo alias Jokowi serta parpol oposisi. Partai anggota koalisi pemerintahan yang ikut menolak adalah adalah Partai Golkar, Gerindra, NasDem, Partai Keadilan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Amanat Nasional (PAN). Sementara dua partai oposisi adalah Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Sementara, Wakil Ketua Umum Partai NasDem yang juga anggota Komisi Hukum DPR Ahmad Ali menyatakan persamuhan 8 parpol ini tidak berhubungan dengan sikap parpol yang mendukung Jokowi. Ali menjelaskan, salah satu poin yang dibahas adalah pernyataan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari ihwal adanya kemungkinan Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup. Menurut dia, pernyataan Hasyim membuat parpol parlemen makin memanas.
Sistem Pemilu proporsional tertutup ternyata juga ditolak Ketua Majelis Ulama Indonesia, Cholil Nafis.
Cholil melalui cuitannya di Twitter, membalas unggahan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar yang menyebut sistem tersebut sebagai kemunduran demokrasi. “Saya setuju pendapat ini. krn proporsional terbuka dapat mendidik masyarakat mengenal wakilnya dan bisa menuntutnya meskipun belum tentu mewakilinya,” ungkapnya, dikutip fajar.co.id sari cuitannya di Twitter, Jumat (6/1/2023).
Alasan pengajar di Universitas Indonesia ini mendasar, menurutnya proporsional tertutup membuat keterwakilan makin tertutup. Padahal calon legislatif adalah wakil rakyat.
“Apalagi kalau proporsional tertutup tambah tertutup keterwakilannya,” ujarnya. Cuitan Ketua MUI ini menuai pro kontra di warganet, ada yang mendukung, adapula yang menentang.
“Pemilihan langsung membuka kesempatan transaksi jual-beli suara, rakyat memilih bukan karena kenal dan yakin kepada calonnya, tapi karena iming-iming uangnya. Pemilu langsung membutuhkan dana lebih besar yang harus dikeluarkan calon, yang ujungnya ditebus dari uang negara,” kata pengguna Twitter @FarhanAtjeh.
“Lagian kan kita sudah pernah mencoba sistem proporsional tertutup. Masa mau lebih bodo dari keledai, ini pasti maunya PDIP,” imbuh warganet @hendriwidjaja.
Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin mengharapkan putusan terbaik dari Mahkamah Konstitusi (MK) soal uji materi sistem pemilu proporsional terbuka yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
“Kita harapkan bahwa yang jadi putusan MK itu yang sesuai dengan prinsip Pemilu, yaitu jujur, adil, transparan, dan terbuka,” kata Wapres saat memberikan keterangan pers usai melaksanakan Salat Jumat di Masjid Raya At-Taqwa, Matraman, Jakarta Timur, Jumat 6 Januari 2023.
Ia menuturkan bahwa secara konstitusional, masalah uji materi merupakan kewenangan MK, sehingga ia meminta seluruh pihak sabar menanti apa pun yang menjadi putusan MK. “Itu kewenangan ada di MK. Oleh karena itu, kita tunggu saja. Dan saya kira semua menunggu. Karena keputusan MK itu nanti akan mengikat,” ujarnya. Hingga saat ini, tutur Wapres, sistem pemilu di Indonesia adalah sistem proporsional terbuka. Menurutnya, apabila MK nanti memandang bahwa sistem ini yang terbaik, maka tentu akan dipertahankan.
“Nanti kalau memang justru pandangan yang terbanyak itu seperti yang sekarang dianut, itu yang terbaik, ya kita harapkan mudah-mudahan MK juga (berpandangan demikian). Biarkan MK memutuskan. Itu sesuai dengan konstitusi kita, memang kewenangannya ada di MK. Ada orang tidak puas, ingin mengubah sesuatu, salurannya di MK,” jelasnya.
Sebagaimana diketahui, sebanyak enam orang, yakni Demas Brian Wicaksono (pemohon I), Yuwono Pintadi (pemohon II), Fahrurrozi (pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (pemohon IV), Riyanto (pemohon V), dan Nono Marijono (pemohon VI) mengajukan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait sistem proporsional terbuka ke MK.
Permohonan tersebut teregistrasi dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022. Apabila gugatan uji materi tersebut dikabulkan oleh MK, maka sistem Pemilu 2024 akan berubah menjadi sistem proporsional tertutup, di mana dengan sistem tertutup ini para pemilih hanya disajikan logo partai politik pada surat suara, bukan nama kader partai yang mengikuti pemilihan legislative (Red/berbagai sumber).