
STRATEGIC ASSESSMENT. Partai Buruh memilih diterbitkan Perppu omnibus law UU Cipta Kerja ketimbang beleid tersebut dibahas kembali di parlemen. Alasannya, karena kaum buruh sudah tidak percaya dengan DPR yang sekarang karena dinilai sering menyakiti rakyat. Demikian disampaikan Presiden Partai Buruh Said Iqbal, Sabtu (31/12).
Meski ada fraksi yang tidak setuju pengesahan UU Cipta Kerja, namun Said Iqbal menilai hal itu hanya sekedar basa-basi. Buktinya, ketika pihaknya meminta anggota partai tersebut menjadi saksi fakta dalam judicial review UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi, mereka tidak bersedia.
Menurut Said Iqbal, Partai Buruh dihidupkan kembali karena persoalan omnibus law. Buruh merasa dibohongi oleh DPR, yang saat itu membentuk tim kecil untuk menyerap dari buruh, tetapi kemudian aspirasi buruh tidak diakomodir. Masuk ke keranjang sampah. Bahkan mereka mengatakan 80% usulan buruh, petani, dan gerakan lainnya sudah diadopsi; padahal itu bohong.
Ada sejumlah alasan mengapa Partai Buruh lebih memilih Perppu.
Pertama, pihaknya tidak percaya dengan DPR yang sekarang. Terlebih lagi, belum lama ini DPR telah mengesahkan UU KUHP, di mana ada pasal tentang unjuk rasa tanpa pemberitahuan bisa dipenjara. DPR juga mengesahkan UU PPSK, yang mana JHT buruh tidak bisa lagi diambil seluruhnya ketika buruh di PHK. Begitu juga dengan revisi terhadap UU KPK yang justru melemahkan agenda pemberantasan korupsi.
Kedua, kemenangan partai buruh dan serikat buruh dalam uji formil UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat, memberi waktu 2 tahun kepada pembuatan undang-undang untuk melakukan perbaikan. Jika tidak, demi hukum UU Cipta Kerja menjadi inskonstitusional permanent.
Untuk memenuhi persyaratan MK, pembuat undang-undang telah menyepakati pembahasan UU Cipta Kerja menjadi prolegnas prioritas. Artinya, mereka tidak akan membiarkan 2 tahun itu berlalu begitu saja. Bahkan sudah dilakukan revisi terhadap UU PPP sebagai pintu masuk pembahasan omnibus law.
Melihat situasi yang demikian, Partai Buruh berdiskusi dengan pakar hukum tata negara. Ada dua pilihan, pertama membiarkan UU Cipta Kerja dibahas ulang oleh DPR dan kedua adalah mendesak dikeluarkan Perppu.
“Setelah kami kaji, pilihannya jatuh yang pertaama. Jika dibahas di DPR hasilnya akan sama dengan sebelumnya. Ibarat kata pepatah, hanya keledai yang jatuh di lubang yang sama untuk kedua kali. Kami tidak mau menjadi keledai,” kata Said Iqbal.
Alasan lain memilih Perppu, jika UU Cipta Kerja dibahas Kembali di DPR, ini adalah tahun politik. Partai Politik sedang membutuhkan banyak biaya untuk menghadapi pemilu. Karena itu, Partai Buruh menduga akan ada dana berseliweran untuk memuluskan omnibus law. “Kami tidak menuduh, tetapi menduga, seperti yang lalu juga diduga uang berseliweran dalam proses pembuatan UU Cipta Kerja,” ujarnya.
Sebagai perbandingan, lanjut Said Iqbal, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) yang sifatnya perlindungan tidak kunjung disahkan meski sudah 17 tahun. Dengan demikian, buruh tidak percaya jika UU Cipta Kerja diserahkan ke DPR hasilnya akan lebih melindungi buruh.
“Berdasarkan pandangan di atas, pilihan metode pembahasan UU Cipta Kerja dengan pembahasan ulang oleh pemerintah dan DPR kami tolak,” kata Iqbal. Lebih lanjut dia mengatakan, Partai Buruh berpandangan lahirnya Perppu sudah memenuhi syarat kedaruratan.
Kedaruratan itu antara lain, 3 (tiga) tahun berturut-turut upah tidak naik. Oursourcing merajalela karena adanya omnibus law. Banyak buruh yang dipaksa menerima paket pesangon dengan nilai kecil, bahkan hanya 0,5 perse terjadi akibat omnibus law, 0,5 pesangon.
“Partai kami adalah partai kelas. Maka itu adalah bentuk darurat. Saat ini terjadi darurat upah, darurat outsourcing yang merajalela, darurat PHK, darurat karyawan kontrak yang berulang-ulang, darurat pesangon yang kecil. Maka kami memilih Perppu,” tegasnya.
“Kami yang merasakan bagaimana buruknya kondisi kerja pasca lahirnya omnibus law. Banyak buruh di PHK secara mudah dengan pesangon murah, outsourcing dan buruh kontrak merajalela,” lanjutnya.
Terkait dengan isi Perppu, Said Iqbal mengaku pihaknya sudah mengusulkan secara tertulis. Bahkan isi Perppu sudah didiskusikan dengan Tim Kadin. Dengan kata lain, ada sosial dialog yang sudah dilakukan.
Usulan Partai Buruh dan Serikat Buruh, ada 9 point. Pertama terkait dengan upah minimum. Buruh meminta kembali ke UU 13/2003 dan PP 78/2015. Di mana kenaikan upah minimum berdasarkan inflansi plus pertumbuhan ekonomi. Tetapi jika dalam survey KHL lebih besar dari inflansi dan pertumbuhan ekonomi, maka yang digunakan adalah KHL. Begitu juga upah minimum sektoral, harus tetap ada. Tetapi pembahasannya tidak di kab/kota, namun dibahas di nasional oleh serikat buruh bersama organisasi sektor industri.
Kedua, terkait outsourcing, intinya harus ada kegiatan pokok dan penunjang. Tidak boleh ada outsourcing di kegiatan pokok. Sedangkan outsouercing untuk kegiatan penunjang harus dibatasi. Tidak seperti di omnibus law yang dibuka luas.
Ketiga, terkait pesangon, buruh meminta kembali ke UU 13/2003 dengan menggunakan bahasa sekurang-kurangnya, sehingga pesangon bisa lebih besar dari yang diatur undang-undang. Tapi untuk upah yang digunakan sebagai perhitungan, dibatasi maksimal 4 kali PTKP. Jika upah manager ke atas lebih besar dari 4 kali PTKP, maka yang dihitung adalah 4 kali PTKP.
“Hal lain adalah mengenai karyawan kontrak, harus ada batasan periode kontraknya. Di luar itu, buruh menolak PHK dipermudah, kepastian upah dibayar bagi buruh perempuan yang cuti haid dan hamil, tidak ada jam kerja yang fleksibel, pengaturan cuti harus tetap ada, dan sanksi bagi yang melanggar dikembalikan ke UU 13/2003,” urai Iqbal.
“Itu adalah isi konten yang kami usulkan masuk ke dalam Perppu,” ujarnya. Namun demikian, pihaknya mengaku belum mengetahui isi Perppu yang dikabarkan sudah ditandatangani Presiden Jokowi. Tetapi yang pasti, jika ternyata isi Perppu tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka Partai Buruh akan melakukan penolakan besar-besaran terhadap Perppu tersebut.
Partai Buruh setuju dikeluarkannya Perppu omnibus law UU Cipta Kerja, karena tidak menginginkan beleid sapu jagat itu dibahas kembali di parlemen. Tetapi terkait dengan isinya, buruh baru akan menyampaikan sikap setelah menerima Perppu tersebut.
“Kawan-kawan petani yang diwakili SPI, sikapnya juga jelas, yakni meminta reforma agraria yang sejati. Untuk itu, Perppu juga harus menghapuskan Bank Tanah, karena Bank Tanah melemahkan Reforma Agraria. Pengelolaan Bank Tanah akan lebih besar dialokasikan untuk PSN, Investasi, Perkebunan Korporasi, dan lain sebagainya, bukan untuk rakyat,” tegasnya.