STRATEGIC ASSESSMENT. Orangtua dan para pendidik mesti prihatin dan waspada. Kini krisis adab melanda remaja dan pelajar di Tanah Air. Beberapa hari lalu viral video sekumpulan pelajar SMA di Tapanuli Selatan yang menendang seorang perempuan lansia hingga mental. Sebelum itu, beredar juga video beberapa pelajar SMP mem-bully kawannya di dalam kelas. Mereka ramai-ramai memukuli dan menendang kepala korban hingga pingsan.
Video dan pemberitaan remaja dan pelajar melakukan bully (perundungan), kekerasan hingga tindak kriminal sudah amat sering beredar. Ini menandakan bahwa ada persoalan besar dalam dunia pendidikan dan lingkungan sosial anak-anak muda kita.
Di sisi lain, pengajaran Islam justru semakin dijauhkan. Orangtua, sekolah dan masyarakat terus ditakut-takuti dengan isu ‘Islam radikal’ di kalangan pelajar. Padahal banyak pelajar yang mereka tuding terpapar radikalisme adalah mereka yang taat beribadah, menutup aurat dengan rapi dan sopan, berakhlak mulia, bahkan banyak yang berprestasi.
Kian Akut
Krisis adab yang melanda remaja dan pelajar Indonesia tercermin dari semakin banyaknya perilaku amoral dari sebagian mereka. Sebagian mereka terbiasa dengan kata-kata umpatan dan kasar, melawan orangtua dan guru, melakukan perundungan (bullying). Bahkan ada yang berani melakukan tindak kriminalitas seperti tawuran, pencurian, perampokan, pemerkosaan dan pembunuhan.
Data hasil riset Programme for International Student Assessment (PISA) 2018 menunjukkan murid yang mengaku pernah mengalami perundungan (bullying) di Indonesia sebanyak 41,1%. Angka ini menempatkan Indonesia di posisi kelima tertinggi dari 78 negara sebagai negara yang murid sekolahnya paling banyak mengalami perundungan.
Di tingkat nasional, pada tahun 2018 KPAI melaporkan bahwa 84% pelajar mengalami kekerasan di lingkungan sekolah. Dari 445 kasus yang ditangani sepanjang 2018, sekitar 51,2% di antaranya merupakan kasus kekerasan fisik, seksual maupun verbal. Pelakunya, selain guru, juga sesama pelajar.
Badan Narkotika Nasional (BNN) juga melaporkan hasil survei bahwa ada 2,3 juta pelajar yang mengkonsumsi narkoba. Tidak sedikit pula pelajar putri yang menjalankan profesi sebagai PSK. Bahkan ada pelajar yang malah menjadi mucikari dengan menawarkan teman-temannya kepada para lelaki hidung belang.
Krisis adab ini bukan hanya terjadi di lingkungan sekolah umum, tetapi hingga ke dunia pesantren. Seperti pernah diberitakan, ada seorang santri tewas karena dianiaya kakak kelasnya. Di tempat lain ada beberapa santri tega membakar adik kelasnya karena motif balas dendam.
Produk Sistem Pendidikan Sekuler
Krisis adab di tengah remaja dan pelajar adalah buah sistem pendidikan sekuler. Telah lama dunia pendidikan hanya mementingkan prestasi akademik dan berorientasi pada lapangan kerja, bukan demi membentuk kepribadian Islam. Para pelajar dari bangku sekolah hingga perguruan tinggi dididik untuk menjadi pengisi lapangan kerja, minim penanaman adab-adab luhur. Pelajaran agama di sekolah dan di kampus amat minim. Itu pun hanya diajarkan dalam bentuk hapalan untuk mengejar target kurikulum dan ujian kenaikan kelas.
Sinyal agama makin dijauhkan dari pendidikan nasional juga tercermin dalam Peta Jalan Pendidikan 2020-2035 yang kini tengah digodok Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Di situ frasa agama dihilangkan. Draft itu mengundang kecaman dari berbagai pihak ormas Islam, seperti Muhammadiyah. Namun, Kemendikbud berdalih bahwa isi draft itu masih dalam rancangan, dan akan diperbaharui.
Sikap menjauhkan agama juga tampak dari sejumlah kebijakan lain. Tahun lalu Pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri; Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. SKB tersebut mengatur pakaian jilbab. Intinya, sekolah dilarang mewajibkan siswi mengenakan jilbab. Memang MA kemudian membatalkan SKB ini. Namun, pengawasan terhadap sekolah dan guru yang mengingatkan siswi Muslimah tentang jilbab terus ditingkatkan. Terakhir, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengancam akan memecat guru di Sragen yang dilaporkan menegur dan menasihati siswinya soal kewajiban berjilbab.
Selain itu, sekolah-sekolah dan kampus juga terus dijadikan sasaran kampanye deradikalisasi Islam. Bahkan beberapa tahun silam dimunculkan isu bahwa kerohanian Islam di sekolah adalah sarang teroris. Seolah-olah Islam menyebabkan kerusakan di negeri ini dan merusak perilaku para pelajar. Ironinya, berbagai perilaku negatif para pelajar seperti perundungan, pergaulan bebas, kurang ajar pada guru, tawuran dan narkoba malah jarang mendapatkan perhatian dan penanganan.
Islam Bentuk Pribadi Pemuda Mulia
Islam adalah satu-satunya agama yang dapat mengubah masyarakat jahiliah (yang percaya syirik, tahayul, khurafat; biasa berzina, minuman keras, riba, dsb) menjadi masyarakat yang berperadaban unggul dan berakhlak mulia. Inilah realita yang digambarkan oleh al-Quran:
الر كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ
Alif Laam Raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu (Muhammad) agar engkau mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya terang-benderang dengan izin Tuhan, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Mahaperkasa dan Maha Terpuji (TQS Ibrahim [14]: 1).
Islam juga berhasil mencetak masyarakat yang semula ummiy (tidak bisa membaca dan menulis) menjadi cendekiawan di berbagai bidang. Selain melahirkan ulama ilmu-ilmu keislaman, peradaban Islam juga melahirkan para ilmuwan di bidang kedokteran, fisika, farmasi, teknik, matematika, kimia, militer, dsb. Nama-nama ilmuwan seperti Ibnu Khaldun dalam ilmu sosiologi, al-Khawarizmi dalam matematika, az-Zahrawi dalam ilmu kedokteran, terus dikenang sampai sekarang.
Kunci keberhasilan sistem pendidikan Islam terletak pada tiga hal: Pertama, menjadikan akidah Islam/keimanan sebagai dasar pendidikan. Dalam sistem pendidikan Islam, kepada para pelajar ditanamkan keimanan kepada Allah SWT dan ketaatan pada ajaran Islam. Dengan begitu setiap ilmu yang dipelajari menjadikan mereka semakin beriman dan bertakwa.
Kedua, mempunyai tujuan yang jelas, yaitu mencetak kepribadian Islam (syakhsiyyah islâmiyyah). Bukan untuk mencetak para pekerja di dunia industri atau menjadi para pengusaha. Kelak mereka diarahkan menjadi pribadi yang memiliki kecerdasan beragam untuk berkontribusi bagi umat. Nabi saw. bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya (HR Ahmad).
Para pelajar dibentuk pola pikir dan pola sikapnya agar senantiasa selaras dengan Islam. Untuk itu pengajaran Islam diberikan kepada mereka bukan untuk menjadi hapalan atau teori semata, tetapi untuk menjadi petunjuk kehidupan yang praktis/amaliah.
Nabi saw., pada saat mendidik para Sahabat, selalu menekankan kepraktisan ajaran Islam. Untuk menjaga akhlak para pemuda, Rasulullah saw., misalnya, pernah memalingkan wajah Fadhl bin Abbas ra. yang memandangi wajah seorang perempuan terus-menerus. Kepada dia Nabi saw. memberikan nasihat:
يا ابْنَ أَخِي إِنَّ هَذَا يَوْمٌ مَنْ مَلَكَ فِيهِ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ وَلِسَانَهُ غُفِرَ لَهُ
Anak saudaraku, pada hari ini siapa saja yang mampu mengendalikan pendengaran, penglihatan dan lisannya, niscaya ia akan diampuni Allah (HR Ibnu Khuzaimah).
Beliau mengingatkan para Sahabat tentang adab-adab makan, adab bertamu, aturan berdagang hingga menasihati mereka yang diangkat sebagai pejabat negara agar jangan menyusahkan dan mengintimidasi rakyat.
Keberhasilan pembentukan pribadi yang mulia adalah karena Islam meletakkan pendidikan adab/akhlak bagi para pelajar sebelum mempelajari ilmu-ilmu yang lain. Imam Malik rahimahulLâh pernah berkata: (Sewaktu aku kecil) ibuku pernah memakaikan imamah di kepalaku sambil berkata, “Pergilah engkau ke Rabi’ah. Pelajarilah olehmu adab (akhlak)-nya sebelum mempelajari ilmunya.” (Tartîb al-Madârik wa Taqrîb al-Masâlik, 1/130).
Ibnu al-Mubarak rahimahulLâh juga pernah berkata, “Kami mempelajari adab selama 30 tahun dan mempelajari ilmu selama 20 tahun.” (Ghâyah an-Nihâyah fî Thabaqât al-Qurâ’, 1/198).
Para ulama percaya jika para pelajar memiliki adab yang mulia maka Allah SWT akan memudahkan mereka dalam memahami ilmu.
Ketiga, saat ada pelanggaran atau tindak kriminal, negara akan menerapkan hukum yang tegas kepada pelakunya. Negara akan menerapkan sanksi bagi para pelanggar hak-hak masyarakat. Remaja dan pelajar yang melakukan tindak kriminal, jika mereka telah terbukti balig, diberi sanksi sebagaimana orang dewasa. Jika mereka berzina, berlaku sanksi cambuk 100 kali. Jika mereka mencuri, berlaku sanksi potong tangan. Demikian seterusnya. Sebaliknya, jika mereka terbukti belum balig, maka wali atau orangtua mereka diperintahkan oleh pengadilan untuk mendidik dan menasihati mereka. Hal ini karena Nabi saw. menyebutkan hisab Allah tidak berlaku pada anak yang belum balig.
Khatimah
Wahai kaum Muslim! Saatnya kita menyelamatkan para remaja dan pelajar dari krisis adab/akhlak. Mereka adalah harapan masa depan umat ini. “Pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan.” Jangan biarkan anak-anak muda umat ini terperosok ke dalam kubangan lumpur sekularisme yang telah nyata merusak akhlak mereka.
Islam adalah solusi yang akan memperbaiki akhlak para remaja dan pelajar. Karena itu mari kita menjadikan Islam sebagai solusi total kehidupan. Hanya Islam yang telah terbukti dalam sejarah mampu melahirkan generasi yang cerdas dan berakhlak mulia.
WalLâhu a’lam bi ash-shawwâb. []
Hikmah:
Imam adz-Dzahabi rahimahulLâh berkata:
يَجْتَمِعُ فَي مَجْلِسِ أَحْمَد بْنِ حَنْبَل – رَحِمَهُ اللهُ – زُهَاءُ خَمْسَة آلاَفِ أَوْ يَزِيْدُوْنَ، نحو خَمْس مِئَةٍ يَكْتُبُوْنَ، وَ الْبَاقُوْنَ يَتَعَلَّمُوْنَ مِنْهُ حُسْنَ اْلأَدَبِ
“Sekitar lima ribu atau lebih jamaah biasa berkumpul di majelis Imam Ahmad bin Hanbal rahimahulLâh. Sekitar 500 orang menulis, sementara sisanya mempelajari adab/akhlak yang baik dari beliau. (Adz-Dzahabi, Siyar A’lâm an-Nubalâ’, 2/947). []