STRATEGIC ASSESSMENT. Beberapa pengamat lingkungan hidup berpendapat bahwa pembangunan Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung harus memperhatikan masalah dampak sosial dan lingkungan. Menurutnya, permasalahan yang melilit proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung bukan semata permasalahan finansial dan pembebasan lahan, tetapi dampak sosial jika moda transportasi tersebut dibangun, sebab kawasan yang dilalui KA Cepat ini memasuki kawasan resapan air Waduk Jatiluhur. Jika KA Cepat tetap melalui jalur tersebut, maka sumber air warga Jakarta dan lahan pertanian sekitar Karawang dan Indramayu akan kekurangan air dari Waduk Jatiluhur.
Beberapa kalangan meminta Kementerian PUPR untuk mengevaluasi kembali sejumlah proyek tol yang tidak layak investasi, seperti proyek tol Serang-Panimbang dikarenakan tol Serang-Panimbangan tersebut Internal Rate of Return (IRR) nya sangat rendah artinya tidak layak untuk investasi sehingga perlu dukungan APBN. Untuk itu, sebaiknya proyek-proyek jalan tol perlu dievaluasi, seperti program pemantapan jalan nasional yang dalam evaluasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) paruh waktu mendapat rapor kuning. Dengan mengejar proyek jalan tol, namun kemantapan jalan nasional yang menyangkut hajat hidup orang banyak dan diamanatkan UU menjadi terbengkalai.
Salah seorang aktivis Walhi Jawa Tengah mengatakan, beberapa proyek tol di Jawa Tengah akan mempercepat kerusakan lingkungan, sebab proyek tersebut akan mengalihfungsikan lahan-lahan hijau menjadi jalan raya, yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan dan beragam bencana. Lahan itu terutama kawasan hutan yang diterabas habis untuk jalan tol. Lahan hutan yang dilalui proyek tol Semarang -Solo untuk seksi I antara Semarang-Ungaran mencapai 22,2 hektar yang ada di kawasan hutan Penggaron. Sedangkan untuk pembangunan proyek tol Semarang-Batang akan memakan lahan hutan seluas 64 hektar. Hutan yang dilewati proyek tersebut kebanyakan terdapat di lahan hutan Mijen Semarang dan Boja Kendal. Dengan alih fungsi lahan hutan itu maka tata air tanah akan rusak sehingga bisa mengakibatkan krisis air. Akibat lain adalah fungsi udara yang tidak maksimal. Udara CO2 yang tidak bisa diserap pohon sehingga kualitas udara di lingkungan tidak bisa baik. Selanjutnya, alih fungsi hutan juga akan mengakibatkan erosi sehingga tanah bisa mudah longsor.
Aktivis Walhi lainnya di Aceh mengatakan, kerusakan yang ditimbulkan akibat pembangunan infrastruktur menurut analisa Walhi Aceh antara lain : pertama, rusaknya alam. Proses pembangunan memerlukan banyak lahan yang dibutuhkan, sehingga lahan-lahan di perhutanan dan perbukitan digunakan untuk pembangunan. Akibatnya, alam di sekitar hutan dan perbukitan menjadi rusak, serta dapat memantik berbagai bencana alam yang merugikan masyarakat sendiri, seperti gempa, kebakaran hutan, erosi dan migrasi satwa liar ke pemukiman penduduk adalah bencana alam yang dapat ditimbulkan oleh kerusakan alam tersebut. Kedua, daerah resapan air berkurang. Pembangunan yang dilakukan di hutan dan perbukitan akan mengurangi daerah resapan air, sehingga memudahkan terjadinya banjir. Ketiga, lahan pertanian akan berkurang. Seharusnya, pembangunan mampu membantu sektor pertanian, bukan malah mengurangi lahan pertanian. Bila lahan pertanian berkurang, maka ketersedian beras akan berkurang. Hal ini tentu akan merugikan masyarakat dan negara. Keempat, lahan terbuka hijau berubah menjadi lahan tertutup. Lahan terbuka hijau turut menjadi korban pembangunan. Hal ini tentu akan mengurangi wilayah-wilayah untuk publik dan berpotensi menimbulkan penyalahgunaan lahan terbuka hijau. Padahal, lahan terbuka sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
Banyak pihak berpendapat pembangunan infrastruktur masih mengabaikan konsep kelestarian lingkungan dan hanya mengejar pencapaian pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, perencanaan pembangunan infrastruktur di Indonesia selama ini sangat jarang mempertimbangkan aspek kelestarian lingkungan, buktinya kesalahan dalam pembuatan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Disamping itu, proyek pembangunan infrastruktur seperti pembangunan jalan tol dan bandara berisiko tinggi bagi lingkungan hidup dan masyarakat. Menurutnya, beberapa pembangunan jalan dan bandara kerap mengorbankan lahan pertanian yang berarti mengancam hajat hidup masyarakat setempat.
Pembangunan infrastruktur fisik menjadi salah satu langkah yang diambil pemerintah untuk melakukan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia. Berbagai infrastruktur ini terbukti mampu mempermudah jalur transportasi di berbagai provinsi. Meski demikian, tanpa rumusan kebijakan yang berwawasan lingkungan, pembangunan akan membawa dampak buruk pada kualitas lingkungan hidup. Oleh karena itu, pemerintah telah berupaya untuk melakukan antisipasi terhadap setiap kerusakan lingkungan akibat pembangunan infrastruktur. Bahkan dalam pilar pembangunan Indonesia juga telah disebutkan bahwa upaya menjaga kelestarian lingkungan menjadi salah satu poin kunci dalam pembangunan, selain pertumbuhan ekonomi, pengurangan kemiskinan dan pertumbuhan lapangan kerja.
Kondisi lahan yang dilewati pembangunan jalan tol adalah lahan pertanian produktif, khususnya pertanian tanaman pangan, dengan beberapa kabupaten yang dilewati pembangunan jalan tol merupakan wilayah berbasis pertanian dengan produktifitas tinggi. Perubahan fungsi lahan yang sebelumnya berupa sawah, hutan, dan pemukiman menjadi jalan akan memengaruhi fungsi lahan tersebut dalam jangka panjang. Kerusakan akses jalan sekitar lokasi pembangunan serta pencemaran yang muncul khususnya polusi udara juga dirasakan sangat mengganggu masyarakat sekitar lokasi pembangunan.
Dampak yang muncul dalam tahap konstruksi adalah perubahan kohesi sosial yang tidak bisa dihindari serta ketidaksiapan masyarakat yang lahannya terkena pembangunan jalan tol untuk beralih profesi selain menjadi petani, dan kondisi tersebut tidak diantisipasi oleh pemrakarsa maupun pelaksana pembangunan jalan tol. Untuk itu, pemerintah selaku pelaksana pembangunan serta pihak-pihak terkait lebih memperhatikan dampak lingkungan hidup dan sosial yang diakibatkan kegiatan pembangunan juga memperkuat perlindungan lingkungan hidup. Selain itu, pemerintah juga perlu memperkuat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup.
“Pengabaian” terhadap kelestarian lingkungan hidup terkait dengan pembangunan infrastruktur akan menjadikan posisi pemerintah sebagai “sasaran tembak” kelompok lawan politiknya yang menilai pemerintah tidak melaksanakan amanah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang sudah ditegaskan dalam UU ini bahwa adanya penguatan yang terdapat dalam Undang-Undang ini tentang prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang didasarkan pada tata kelola pemerintahan yang baik karena dalam setiap proses perumusan dan penerapan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta penanggulangan dan penegakan hukum mewajibkan pengintegrasian aspek transparansi, partisipasi, akuntabilitas, dan keadilan.
*) Penulis adalah pengamat masalah lingkungan hidup dan sumber daya alam.