STRATEGIC ASSESSMENT.rencana perubahan masa bakti anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) daerah yang berakhir pada 2024 dan 2025 akan disamakan berakhir di tahun 2023. Anggota KPU daerah yang harusnya menjabat lebih lama, akan menerima kompensasi secara penuh sesuai dengan masa jabatan yang seharusnya. Rencana kebijakan tersebut dinilai dapat menjadi pemborosan anggaran, serta dikhawatirkan memunculkan intervensi kepentingan politik tertentu karena berdekatan dengan penyelenggaraan tahun politik 2024.
Hasyim Asya’ari menyatakan, masa bakti anggota KPU Provinsi dan Kota/Kabupaten yang menjabat sampai 2024 dan 2025 diusulkan berakhir serentak pada 2023 demi penyeragaman masa jabatan KPU daerah. Penyeragaman tersebut rencananya akan dimasukkan menjadi bagian dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pemilu, yang mulanya disusun untuk merespons pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) Papua. Anggota KPU daerah yang seharusnya menjabat lebih lama dari itu akan diberikan kompensasi secara penuh sesuai periode masa jabatan yang seharusnya, dengan nominal total sekitar Rp. 150 miliar. Masa jabatan Komisioner KPU diseragamkan, yakni dari Mei 2023 hingga Mei 2028. Masa jabatan komisioner KPU kabupaten/kota dari Juli 2023-Juli 2028.
“Penyesuaian masa bakti dilakukan dalam rangka desain keserentakan pemilu mulai 2024 dan ke depannya, agar tidak menimbulkan kesulitan dalam persiapan dan pelaksanaan pemilu. Sebab, tanggal habis masa jabatan para anggota Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) sangat bervariasi, sehingga menyebabkan di beberapa daerah, ada anggota KPU yang masa jabatannya habis mendekati pemungutan suara. Apabila usul tersebut diloloskan Pemerintah dan DPR, maka seleksi pemilihan akan dimulai setidaknya pada Desember 2022, ” ujar Ketua KPU RI ini.
Menurutnya, alasan pemilihan anggota KPU dilakukan pada 2023 diantaranya karena KPU baru melantik jajaran komisioner pada April 2022. Kedua, jika penyeragaman dilakukan setelah Pemilu dan Pilkada 2024, hal tersebut dianggap tidak efisien, karena di tengah-tengah periode 2024 ke 2029 tidak ada Pemilu.
Terkait rencana tersebut, terang lelaki asal Jombang, Jawa Timur ini, KPU menjamin tidak ada unsur politis dalam pengambilan kebijakan. Proses rekrutmen dilakukan oleh tim seleksi yang dibentuk KPU RI. Kriteria calon komisioner, yakni netral, bukan anggota partai politik, dan professional, profesionalitas calon dilihat dari kompetensi pengetahuan dan pengalamannya.
Sedangkan, Hadar Nafis Gumay yang juga Peneliti Network for Democracy and Electoral Integrity (NETGRIT, Red) menyatakan, pergantian anggota KPU di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota semestinya dilakukan serentak setelah pemilu dan pilkada selesai.
“Pergantian pada 2023 dianggap tidak solutif karena artinya masih terdapat proses seleksi di tengah tahapan pemilu, yang akan menimbulkan masalah serupa seperti tidak fokusnya para anggota yang harus mengikuti tes sekaligus menyelenggarakan tahapan pemilu, serta potensi gugatan akibat hasil seleksi yang dapat memecah fokus KPU. Negara pun jadi boros karena mesti menggelontorkan uang kompensasi atas pejabat yang tidak melakukan pekerjaannya karena masa jabatannya dipangkas,” ujar mantan Komisioner KPU RI ini.
Sementara itu, Fadli Ramadhanil menyatakan, rencana pergantian komisioner KPU daerah di seluruh Indonesia secara serentak pada 2023 rentan disusupi kepentingan politik. Pasalnya, pergantian dilakukan satu tahun jelang Pemilu dan Pilkada 2024. Sudah menjadi pengetahuan umum pemilihan komisioner KPU daerah memiliki nuansa kepentingan politik. Selain KPU yang berkepentingan memilih orang yang berintegritas, ada pula kontestan pemilu yang hendak ‘menitipkan’ orangnya.
“Salah satu pihak yang akan berupaya menitipkan kandidat tertentu agar bisa menjadi komisioner adalah partai politik. Di sisi lain, akan ada pula kandidat yang melakukan lobi-lobi politik agar terpilih, termasuk dengan membujuk pihak KPU. Hal-hal tersebut merupakan sesuatu yang tidak bisa dinafikan. Perludem tidak setuju dengan rencana pergantian komisioner KPU daerah serentak pada 2023. Selain rentan disusupi kepentingan politik, pergantian secara serentak itu juga akan mengganggu tahapan Pemilu 2024,” ujar Manajer Program Perkumpulan Untuk Pemilu Dan Demokrasi atau Perludem ini.
Menurutnya, Perludem mengusulkan, pergantian komisioner KPU daerah secara serentak sebaiknya dilakukan pada tahun 2025. Proses seleksinya cenderung bisa terlepas dari kepentingan politik elektoral karena pemilu sudah usai. Selain itu, proses seleksi tahun 2025 tentu tidak akan mengganggu tahapan Pemilu 2024.
Redaksi memberikan catatan antara lain : pertama, rencana kebijakan penyeragaman masa jabatan anggota KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota merupakan bagian persiapan Pemilu 2024. KPU beranggapan, dikarenakan masa jabatan anggota di tingkat daerah berbeda-beda, terdapat anggota KPU yang selesai di 2022, 2023, maupun pada masa Pemilu 2024, hal tersebut dikhawatirkan dapat mengganggu jalannya persiapan dan penyelenggaraan Pemilu 2024. Fokus KPU dalam kebijakan tersebut adalah menyukseskan jalannya persiapan dan pelaksanaan Pemilu 2024, karena pemilu yang akan dilaksanakan secara serentak, sehingga memiliki beban kerja yang sangat tinggi.
Kedua, meski memiliki tujuan yang baik, tidak dapat dipungkiri, rencana kebijakan tersebut memiliki berbagai dampak terhadap arah persiapan dan penyelenggaraan Pemilu 2024. Rencana tersebut juga menimbulkan potensi terjadinya politisasi dalam perekrutan anggota KPU yang baru, ataupun perpanjangan anggota KPU tingkat daerah dari sebelumnya. Potensi tersebut menguat dikarenakan dekatnya rencana kebijakan dengan waktu pelaksanaan Pemilu 2024. Dikhawatirkan akan ada banyak Partai Politik yang berusaha memasukkan orang kepercayaannya dalam seleksi anggota KPU demi kepentingan politik pribadi maupun partai. Selain itu penyeragaman masa jabatan anggota KPU juga dinilai menghabiskan anggaran negara karena harus membayar kompensasi anggota KPU yang masa kerjanya tidak sepenuhnya selesai.
Ketiga, Pemerintah perlu waspada dan mencermati kembali kebijakan yang direncanakan tersebut serta menimbang dampak kedepannya. Sebaiknya rencana penyamaan masa jabatan anggota KPU tersebut memang dilakukan setelah Pemilu 2024 selesai agar tidak ada intervensi oleh kelompok kepentingan ataupun agenda politik tertentu. Pemerintah juga bisa meningkatkan fungsi pengawasan di berbagai lini terhadap KPU, dan jalannya Pemilu namun hal demikian tentu akan membuat anggaran semakin tinggi dan tidak terlalu mengurangi potensi kecurangan (Red).