STRATEGIC ASSESSMENT. Lembaga survei Indikator Politik Indonesia merilis survei elektabilitas partai politik jika dilakukan pemilu hari ini. Temuannya, elektabilitas PDIP terendah dalam dua tahun terakhir, sedangkan Partai Golkar dan Gerindra stabil.
Dilansir dari detikcom, Selasa (26/4/2022), Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi menjelaskan metode survei dengan populasi memiliki hak pilih berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah.
Penarikan sampel menggunakan metode multistage random sampling, jumlah sampel sebanyak 1.220 orang.
Dari jumlah sampel 1.220 orang, margin of error atau toleransi kesalahan sebesar +- 2,9% dengan tingkat kepercayaan 95%. Sampel berasal dari seluruh provinsi di Indonesia dengan teknik wawancara tatap muka langsung.
Survei dilakukan pada 14-19 April 2022, setelah demo mahasiswa menolak penundaan pemilu dan penetapan tersangka kasus minyak goreng oleh Kejaksaan Agung. Burhanuddin Muhtadi menilai survei dinamis dan dapat berubah-ubah dengan kondisi ekonomi hingga politik.
Burhanuddin Muhtadi menjelaskan mengapa elektabilitas PDIP mengalami penurunan pada April 2022. Sebabnya, kepuasan terhadap Presiden Jokowi juga menurun.
“Kita ada pola, ketika approval Presiden Jokowi turun, itu yang paling terdampak biasanya adalah PDIP, dan datanya demikian. Jadi PDIP, di bulan April meski pun masih unggul, itu mendapatkan 23,7% turun dibanding sebelumnya 26,8%,” kata Burhanuddin.
“Gerindra, kemudian Golkar, agak stabil. PKB, Demokrat, juga demikian, peringkatnya nggak terlalu banyak berubah, Secara umum yang agak berkurang itu cuma PDIP,” sambungnya.
Menurut Burhanuddin, elektabilitas PDIP pernah terendah mencapai 21% sebelum Pemilu 2019. Namun, elektabilitas PDIP pada April 2022 ini, menurut Burhanuddin, terendah dalam dua tahun terakhir.
“Dalam waktu dua tahun terakhir, ini elektabilitas PDIP paling rendah. Jadi per Februari 2020 sampai April 2022, sekarang ini elektabilitas PDIP paling rendah. Karena memang approval Presiden Jokowi memang relatif rendah di bulan April ini karena minyak goreng,” imbuhnya.
Survei Indonesia Elections and Strategic (indEX) Research menyebutkan empat besar partai politik makin kompetitif dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang berada di papan tengah berpeluang menjadi kuda hitam.
Peneliti indEX Research Hendri Kurniawan dalam siaran pers di Jakarta, Kamis (7/10/2021), menyebutkan peta kekuatan empat besar partai politik makin merata. Partai Demokrat memantapkan diri dengan menembus elektabilitas dua digit.
Temuan survei Indonesia Elections and Strategic (indEX) Research itu menunjukkan elektabilitas Demokrat mencapai 10,6 persen. Sebelumnya, posisi papan atas hanya dikuasai tiga parpol, yaitu PDIP, Gerindra, dan Golkar.
PDIP masih unggul tetapi elektabilitasnya turun di bawah 20 persen, kini hanya 17,8 persen, disusul Gerindra sebesar 13,9 persen. Golkar masih berada pada peringkat keempat setelah sebelumnya tersalip Demokrat dengan elektabilitas 8,7 persen.
“Persaingan empat besar partai politik makin kompetitif, sedangkan pada papan tengah PSI menjadi kuda hitam,” kata Hendri Kurniawan.
Menurut Hendri, meratanya kekuatan pada posisi empat besar membuka peluang kompetisi dalam membangun poros koalisi untuk mengusung pasangan calon presiden/wakil presiden.
PDIP dan Gerindra sebagai dua parpol utama di kubu pemerintah masih menjagokan masing-masing tokohnya, yaitu Prabowo Subianto dan Puan Maharani.
“Ganjar Pranowo masih sulit didukung PDIP yang masih dikuasai oleh trah Soekarno,” kata Hendri.
Poros berikutnya adalah Golkar yang menjagokan ketua umumnya, Airlangga Hartarto. Hanya saja menurut dia elektabilitas Airlangga masih sangat rendah.
“Golkar tampak sedang menjajaki koalisi dan mencari figur dengan elektabilitas yang tinggi,” ucap Hendri.
Di luar kubu pemerintah, kata Hendri, poros oposisi potensial digalang oleh Demokrat. Partai ini akan mengusung ketua umumnya, Agus Harimurti Yudhoyono, sebagai peserta Pilpres 2024..
Selain itu, kata dia, dengan menggaet figur lain dan koalisi untuk memenuhi presidential threshold (ambang batas presiden).
Parpol-parpol papan tengah berpeluang menjadi mitra koalisi dari ketiga poros tersebut. PKB memimpin dengan elektabilitas 5,8 persen, disusul PSI dengan 5,2 persen, dan PKS sebesar 5,0 persen.
“PSI memantapkan diri di atas parliamentary threshold (ambang batas parlemen) 4 persen,” kata Hendri.
Berikutnya, NasDem (3,8 persen), PPP (2,3 persen), dan PAN (1,3 persen). Selain itu, ada dua parpol baru, Partai Ummat (1,5 persen) dan Gelora (1,1 persen), yang memiliki basis pendukung dari pecahan PKS dan PAN.
Sisanya, parpol papan bawah dengan raihan elektabilitas di bawah 1 persen, atau kecil peluangnya bisa lolos ambang batas parlemen jika memperhitungkan margin of error, yaitu Hanura (0,8 persen), Perindo (0,7 persen), PBB (0,5 persen), Berkarya (0,3 persen), PKPI (0,2 persen), dan Garuda (0,1 persen).
Ia menyebut parpol baru Masyumi Reborn nihil dukungan. Belakangan, kata dia, bermunculan parpol-parpol baru lainnya. Akan tetapi, secara keseluruhan hanya didukung 0,8 persen.
Sisanya, konstituen menyatakan tidak tahu/tidak jawab (19,6 persen). Survei Index Research dilakukan pada tanggal 21—30 September 2021 terhadap 1.200 orang mewakili seluruh provinsi di Indonesia
Survei dilakukan melalui telepon kepada responden yang dipilih acak dari survei sebelumnya sejak 2018. Margin of error plus minus 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Elektabilitas Demokrat masih terus bergerak naik menembus dua digit dan menempatkan partai berlogo mercy tersebut di posisi tiga besar. Temuan survei yang dilakukan Center for Political Communication Studies (CPCS) menunjukkan elektabilitas Demokrat mencapai 10,6 persen dan menggeser Golkar yang sebelumnya selalu berada pada urutan ketiga.
Naiknya elektabilitas Demokrat membayangi dua partai politik utama di kubu pemerintah, PDIP dan Gerindra. Kedua parpol tersebut masih tetap unggul pada peringkat pertama dan kedua.
Sementara itu di papan tengah, elektabilitas Partai Solidaritas Indonesia (PSI) terus bergerak naik dan kini meraih 5,0 persen.
“Demokrat masuk tiga besar partai politik dalam kontestasi menuju Pemilu 2024 dengan elektabilitas menembus 10 persen, sedangkan PSI memantapkan diri pada posisi papan tengah dengan elektabilitas 5 persen,” ungkap Direktur Eksekutif CPCS Tri Okta S.K di Jakarta pada Rabu (20/10) dilansir merdeka.com.
Menurut Okta, naiknya elektabilitas Demokrat tidak lepas dari positioning sebagai partai oposisi dan keberhasilannya memanfaatkan kekurangan pemerintah dalam sejumlah kebijakan. Gelombang kritik dari masyarakat selama ini terus mengalir, menyikapi berbagai kebijakan pemerintah yang dianggap kurang memuaskan publik.
Elite-elite Demokrat juga menggunakan isu perpecahan internal di antara kader-kadernya dengan menuding adanya campur tangan istana. Belakangan Yusril Ihza Mahendra yang berada di barisan Jokowi mendampingi sejumlah kader Demokrat yang dipecat untuk mengajukan gugatan terhadap AD/ART Demokrat ke Mahkamah Agung.
“Kenaikan elektabilitas Demokrat juga membuat kompetisi parpol-parpol papan atas makin dinamis,” lanjut Okta. Meskipun unggul, PDIP cenderung turun dan kini elektabilitasnya 17,4 persen atau di bawah 20 persen. Berikutnya Gerindra 13,3 persen, dan Golkar yang membuntuti Demokrat sebesar 8,5 persen.
Pada papan tengah, selain PSI ada PKB (5,7 persen), Nasdem (3,9 persen), dan PPP (2,5 persen). PKS melorot menjadi 4,8 persen, dibayangi oleh Gelora yang mulai mengancam dengan meraih 1,0 persen. Sementara itu Partai Ummat besutan Amien Rais mencapai 1,7 persen, mengungguli PAN yang hanya 1,3 persen.
Pada papan bawah ada Perindo (0,9 persen), Hanura (0,7 persen), PBB (0,5 persen), PKPI (0,4 persen), dan Berkarya (0,3 persen), sedangkan Garuda dan Masyumi Reborn nihil. Belakangan marak parpol-parpol baru, tetapi secara keseluruhan pemilih parpol lainnya hanya 0,9 persen. Sisanya menyatakan tidak tahu/tidak jawab sebanyak 20,6 persen.
Survei CPCS dilakukan pada 5-15 Oktober 2021, dengan jumlah responden 1.200 orang mewakili seluruh provinsi di Indonesia. Survei dilakukan melalui wawancara tatap muka terhadap responden yang dipilih dengan metode multistage random sampling. Margin of error survei sebesar ±2,9 persen dan pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Sementara itu, survei terbaru Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) memotret penurunan elektabilitas PDIP dan Gerindra. Hal ini dampak dari kondisi kesehatan publik yang tengah dilanda pandemi Covid-19.
Direktur Riset SMRC, Saidiman Ahmad mengatakan, memang ada kecenderungan dukungan pada PDIP dan Gerindra menurun setahun terakhir. Dugaannya, untuk PDIP, ini terkait dengan kondisi kesehatan publik yang memburuk beberapa bulan terakhir akibat gelombang kedua pandemi Covid-19. Hal ini membuat pemerintah mengambil langkah pengetatan mobilitas warga yang pada akhirnya kembali memukul ekonomi sebagian masyarakat.
“Dalam hal ini, PDIP kena imbas dari ketidakpuasan warga atas kondisi itu,” jelas Saidiman saat dihubungi merdeka.com, Jumat (8/10).
SMRC melihat tren elektabilitas dari beberapa periode survei yang telah dilakukan. Meskipun PDIP tertinggi, tapi tren keterpilihannya terus turun. Oktober 2020 masih di 27,4 persen, lalu merosot jadi 24,9 persen pada Maret 2021. Naik sedikit pada Mei dengan 25,9 persen, lalu merosot lagi pada September menjadi 22,1 persen.
Tapi menurut dia, penurunan yang terjadi masih pada tingkat yang wajar. Ini adalah koreksi dukungan yang wajar di tengah situasi yang memang memberatkan publik secara umum. Menurut dia, justru jadi aneh kalau kondisi memburuk, tapi tidak ada reaksi warga.