STRATEGIC ASSESSMENT. Pernyataan soal ancaman reshuffle kabinet muncul saat Presiden Joko Widodo kunjungan kerja ke Bali.
Ancaman reshuffle ini ke luar dari mulut presiden karena banyak menteri yang masih melakukan impor
Banyak kegiatan presiden dalam kunjungannya ke Bali, antara lain meresmikan stasiun pengisian kendaraan listrik ultra pertama di Indonesia.
Lalu memberikan bantuan langsung tunai untuk warga di Kabupaten Badung, dan mengunjungi kawasan Garuda Wisnu Kencana.
Ancaman reshuffle disampaikan presiden di pengarahan aksi afirmasi bangga buatan Indonesia.
Presiden geram karena banyak lembaga menggunakan barang barang impor, hingga ia menyinggung soal reshuffle atau pergantian menteri.
Pernyataan ini keluar saat presiden meminta menteri BUMN mengganti pimpinan BUMN yang masih mengutamakan impor untuk pengadaan barang dan jasa.
Pernyataan soal reshuffle keluar dari mulut Presiden Joko Widodo tak lepas dari kegeramannya soal masih banyaknya pengadaan barang lewat impor.
Bahkan ada sejumlah menteri yang jadi sasaran kemarahan presiden yakni Menteri Kesehatan, Menteri Pertanian, Menteri BUMN hingga TNI-Polri.
Kejengkelan presiden karena barang-barang yang diimpor sebenarnya bisa diproduksi di dalam negeri.
Jika hal itu bisa dilakukan, pertumbuhan ekonomi bisa terus membaik.
Direktur center of economics and law studies (CELIOS) Bhima Yudhistira curiga ada perburuan rente dibalik derasnya impor dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah serta BUMN.
Perburuan terjadi karena memang tak ada aturan tegas dari pemerintah. Ia curiga karena ketiadaan aturan itu panitia pengadaan barang dan jasa pemerintah main mata dengan importir supaya barang lokal kalah dalam proses lelang pengadaan barang jasa pemerintah.
“Dari dulu masalahnya sama dan tidak ada perbaikan yang signifikan soal pengadaan barang dan jasa. Sejauh ini karena aturan belum tegas implementasi nya, munculah pemburu rente di bidang pengadaan barang jasa. Pemburu rente ini kongkalikong dengan importir agar barang lokal kalah dalam proses seleksi,” kata Bhima kepada CNN Indonesia, Jumat (25/3).
Selain pemburu rente, ia mengatakan kecenderungan impor dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah terjadi karena kualitas produk dalam negeri yang masih kurang memenuhi kriteria.
Celakanya, di tengah kriteria yang kurang memadai itu, pendampingan yang diberikan kepada industri dalam negeri untuk meningkatkan kualitas produk mereka masih minim. “Padahal harusnya ada pendampingan dan bantuan kepada pelaku usaha lokal untuk memenuhi standardisasi tadi,”kata Bhima.
Sebagai informasi, banjir produk impor dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah diungkap oleh Jokowi saat Pengarahan Presiden RI tentang Aksi Afirmasi Bangga Buatan Indonesia pada Jumat (25/3).
Jokowi mengatakan anggaran pengadaan barang dan jasa pemerintah pusat, daerah hingga BUMN mencapai Rp1.481 triliun. Rinciannya, belanja barang pemerintah pusat Rp526 triliun, pemerintah daerah Rp535 triliun dan BUMN Rp420 triliun.
Meski besar, tapi sampai dengan saat ini dana yang baru terpakai untuk belanja produk buatan Indonesia baru Rp214 triliun. Jokowi menyebut dana malah banyak digunakan untuk belanja barang impor.
Celakanya, impor dilakukan atas barang yang sebenarnya bisa dibuat di Indonesia. Impor barang sepele itu kata Jokowi, pensil, buku, kertas, seragam TNI, Polri.
Hal itu membuat Jokowi marah sampai-sampai dia mengucapkan kata-kata ‘bodoh’ bagi instansi yang tak mau pakai produk dalam negeri. Jokowi tak mau masalah itu terus berlanjut. Ia memerintahkan agar belanja barang dan jasa produk dalam negeri terus ditingkatkan. Dia memberi target ke anak buahnya agar belanja produk made in Indonesia bisa ditingkatkan jadi Rp400 triliun pada Mei nanti.
Bhima mengatakan masalah banjir produk impor dalam pengadaan barang jasa pemerintah juga dipicu ketiadaan aturan dan sanksi tegas bagi instansi. Ia mengatakan sejatinya sudah ada aturan soal kewajiban penggunaan minimum produk lokal dan UMKM.
Tapi imbuhnya, peraturan soal serapan minimum produk UMKM dalam pengadaan barang tidak berjalan. Dia menyebutkan dalam data yang diperoleh dari LKPP, porsi nilai transaksi UMKM dalam pengadaan Rencana Umum Pengadaan pada 2021 hanya 33,6 persen. Untuk pengembangan produk yang masuk E-catalogue hanya sebesar 46.903 pada 2021 dari target 70 ribu produk.
Sebab itu, Bhima mengatakan pemerintah perlu menerapkan sanksi bagi kementerian/lembaga, Pemda dan BUMN yang tidak mematuhi persentase minimum pengadaan barang lokal.
Berdasarkan data yang diperiksa Presiden, sejauh ini pemerintah pusat dan daerah baru membelanjakan anggaran untuk produk lokal sebesar 1,5-1,7 persennya saja. Sementara itu, BUMN memiliki jumlah yang lebih sedikit, yakni 0,4 persennya saja. “Kalau ini dibelokkan ke dalam negeri, bisa membuka 2 juta lapangan pekerjaan. Kalau kita tidak lakukan, bodoh banget kita ini,” ujarnya. Pernyataan Presiden pun disambut gemuruh tepuk tangan para hadirin.
Namun, Jokowi justru menghentikan tepuk tangan yang terdengar meriah itu. “Jangan tepuk tangan, karena kita semua belum melakukan. Nanti kalau sudah itu 400 triliun lebih (dibelanjakan untuk produk lokal), silakan tepuk tangan,” kata dia.
Kemudian, ia menyebutkan, contoh-contoh produk yang digunakan oleh instansi pemerintahan yang didapat dari hasil belanja impor.
“Coba CCTV beli impor, di dalam negeri ada yang bisa produksi. Apa-apaan ini, dipikir kita bukan negara yang maju. Buat CCTV saja beli impor,” ujarnya. “Seragam dan sepatu tentara dan polisi beli dari luar, kita ini produksi di mana-mana bisa. Jangan diterus-teruskan,” lanjutnya.
Tak hanya itu, Jokowi menyentil Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, karena membeli sejumlah alat kesehatan dan ranjang rumah sakit dari luar negeri. “Alat kesehatan. Menteri Kesehatan, ini tempat tidur untuk rumah sakit, produksi saya lihat di Yogyakarta ada, Bekasi, Tangerang ada. Beli kmpor, mau diterus-terusin?,” tegasnya.
Dia juga mengarahkan kekesalannya pada Menteri Pertanian (Mentan) Syafrul Yasin Limpo. “Traktor kayak gitu bukan high tech aja, impor. Jengkel saya. Saya kemarin dari Atambua, saya lihat traktor, Alsintan impor. Ini enggak boleh Pak Menteri. Enggak boleh,” kata Jokowi.
Begitu juga Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim yang juga mendapat teguran. “Tadi pagi saya cek baru Rp 2 triliun (belanja lokal). Ini kelihatannya ada yang tidak semangat di dalam kementerian. Urusan beli bangku, beli kursi, masak mau impor kita? Laptop mau impor kita? Kita sudah bisa bikin semuanya itu. Sudah lah jangan diterus-teruskan,” tegas Jokowi.
Salah seorang aktifis gerakan mahasiswa dan penggiat NGO kepada Redaksi mengatakan, Presiden Jokowi tidak cukup hanya mengomel atau memarahi para Menteri atas berbagai kegaduhan yang muncul seperti maraknya impor, kelangkaan minyak goreng, kelangkaan solar, hilangnya madrasah dalam revisi UU Sisdiknas, permasalahan gangguan keamanan di Papua yang belum tuntas, sampai kepada penundaan Pemilu 2024, namun Presiden harus segera melakukan langkah tegas untuk menjawab semua kegaduhan tersebut melalui reshuffle kabinet.
“Jika reshuffle kabinet diundur-undur hanya karena rumorsnya ada tarik ulur soal nama menteri dari PAN ataupun Presiden harus “sowan” ke Megawati, maka kami dari aktifis jalanan perlu menyarankan kepada Presiden, lakukan reshuffle secepatnya kalua perlu di bulan April dengan abaikan PAN karena kemungkinan Parpol tersebut tidak lolos electoral threshold ataupun parliamentary threshold pada Pemilu 2024 mendatang, dan Presiden tidak perlu ijin ke Megawati untuk melakukan reshuffle kabinet karena Presiden adalah kepala negara dan kepala pemerintahan bukan petugas Parpol,” tegas mereka serius (Red/berbagai sumber).