STRATEGIC ASSESSMENT. Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) bersama Pemkab Aceh Barat mengelar Training of Trainer (ToT) Pembinaan Ideologi Pancasila bagi guru dayah , pengurus FKUB serta widyaswara yang berlangsung di Aula gedung B Dinas pendidikan dan kebudayaan Aceh Barat.
Acara dibuka oleh Deputi Bidang Pendidikan dan Pelatihan BPIP Dr Baby Siti Salamah yang dalam sambutanya mengatakan bahwa kegiatan ini dilaksanakan bertujuan untuk meningkatkan penguasaan materi Diklat PIP dan kemampuan sebagai tenaga pengajar pada pada Diklat PIP.
Menurutnya dalam rangka mencapai tujuan tersebut, pelaksanaan diklat bagi guru dayah, pengurus FKUB dan widyaiswara ini dikemas dalam beberapa tahapan seperti penguatan materi Diklat PIP maupun peningkatan kompetensi. Jelasnya.
Bupati Aceh Barat H. Ramli. MS saat memberikan sambutan menyebutkan bahwa TOT ini untuk membuka wawasan ideologi Pancasila sebagai pondasi bangsa khususnya bagi guru dayah, para santri maka oleh sebab itu kata Bupati menghidupkan kembali karakter setiap Indonesia sesuai dengan nilai Pancasila dan ini merupakan jalan terbaik untuk mengubah Indonesia menjadi bangsa yang maju dengan SDM yang lebih unggul.
Salah satu narasumber yang dihadirkan oleh BPIP adalah Pendiri NII Crisis Center Ken Setiawan yang merupakan mantan aktifis NII yang telah insyaf dan kini mendirikan pusat rehabilitasi korban NII.
Dalam paparanya Ken menceritakan pengalaman bergabung di NII dan kenapa bisa keluar dari gerakan tersebut.
Awalnya karena belajar dengan guru yang salah sehingga akhirnya memahami Pancasila sebagai taghut atau berhala yang harus di tolak diingkari dan ditinggalkan, karena dulu ketika masih meyakini Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum maka dianggap belum beriman alias masih kafir karena sumber hukum yang hak itu hanya Alquran, sumber hukum agama lain dianggap salah semua. Kisahnya.
Tapi setelah menyadari yang dilakukanya salah, maka Ken memutuskan untuk keluar dan belajar memahami Pancasila dengan cara yang benar.
Pancasila memang bukan wahyu Ilahi, tapi didalam sila Pancasila terkandung nilai nilai ajaran Tuhan yang juga dirumuskan oleh para Ulama. Jadi menjalankan nilai nilai Pancasila juga otomatis menjalankan ajaran Tuhan dalam kitab suci.
Misalnya Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, Tuhan itu satu, sama dengan tauhid dalam Islam, di perjelas dalam Bhinneka Tunggal Ika, walaupun beda agama suku ras, tapi tuhan kita satu, tuhan kita sama, hanya beda menyebut dan beda cara ibadahnya.
Bila masih menganggap Tuhan kita berbeda, menurut Ken otomatis telah menganggap Tuhan didunia ini lebih dari satu, maka itu namanya menyekutukan Tuhan, dan otomatis juga tidak Pancasilais karena sila pertama dalam Pancasila berbunyi bahwa Ketuhanan yang Maha Esa atau Tuhan didunia ini hanya satu.
Kalau bicara agama memang berbeda beda, jadi jangan disamakan karena masing masing punya cara beribadah yang beda, jadi jangan disama samakan, tapi yang sama tentang Tuhan itu jangan dibeda bedakan.
Saya menyakini dan mengimani bahwa para Nabi dan Rasul beserta kitab suci yang dirurunkan Tuhan sebelum Nabi Muhamad juga bicara Tauhid itu Tuhan hanya satu. Jelas Ken.
Tidak ada agama yang salah, karena semua agama itu mengajarkan cinta kasih, tapi memang ada oknum di setiap agama yang memanipulasi agama, sehingga seolah agama itu identik jahat atau radikal.
Radikalisme akan tumbuh disebuah negara yang mayoritas, dan kebetulan di Indonesia mayoritas Islam, jadi ketika ada pelaku terorisme ditangkap densus 88 di kolom KTP tertulis oknum yang beragama Islam.
Misal di India yang mayoritas Hindu, maka yang menjadi teroris adalah oknum yang mengaku beragama Hindu.
Padahal sejatinya radikalisme dan terorisme adalah musuh agama dan musuh negara, karena tidak ada agama satupun yang membenarkan radikalisme dan aksi terorisme.
Tolok ukurnya adalah ketika belajar agama kita itu menjadi damai, jika kita belajar agama lalu menjadi pemarah, anti pemerintah dan mengkafirkan orang diluar kelompok, maka kita itu telah belajar dengan guru yang salah, stop jangan ikuti karena kita bisa terpapar radikalisme dan bahkan aksi terorisme.
Tuhan menciptakan kita berbeda beda bukan untuk saling menyalahkan, bahkan saling menjatuhan, tetapi untuk saling mengenal dan saling melengkapi satu sama lain. Seperti pelangi yang berbeda beda dan saling berdampingan maka menjadi Indah.
Diakhir paparan, Ken menyebut bahwa saat ini paham radikalisme mengatasnamakan agama berkembang pesat karena memang belum ada regulasi yang melarang paham yang bertentangan dengan ideologi Pancasila.
Jika baru sebuah paham atau pemikiran belum bisa ditindak, paling hanya organisasinya seperti HTI FPI, tapi orangnya masih bisa ganti oragnisasi dan pahamnya masih terus berkambang.
Ken mendorong agar negara segera menerbitkan regulasi yang melarang semua paham yang bertentangan dengan ideologi Pancasila, agar Indonesia aman dan damai dari rongrongan paham radikalisme dan aksi terorisme, tutup Ken.