Jakarta-STRATEGIC ASSESSMENT. Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang bakal memutus kontrak sebanyak 2.723 pegawai non aparatur sipil negara (ASN) pada Maret 2022. Pemutusan kerja bagi pegawai kontrak ini akan dilakukan secara bertahap. Sekda Kota Semarang, Iswar Aminuddin, mengatakan pegawai non-ASN akan diputus kontrak kerjanya pada Maret 2022.
Menurut dia, pelaksanaannya melihat beban kerja pegawai ASN Pemkot Semarang agar jangan sampai lebih kecil daripada jumlah pegawainya. ”Kalau itu terjadi mengakibatkan pemborosan anggaran. Untuk itu maka perlu dilakukan pengurangan pegawai non-ASN. Selama ini, pegawai non-ASN lebih melekat pada pelaksanaan kegiatan,” kata dia, dikutip semarangkota.go.id.
Iswar menambahkan pada masa pandemi, kegiatan di lingkup Pemkot Semarang jauh berkurang banyak jika dibandingkan sebelumnya. Selain itu, nantinya akan ada perekrutan ASN baru pada 2022.
Jumlah terbanyak pegawai non-ASN ada pada Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Semarang. Hal ini karena Disdik mendapatkan alokasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sebanyak 2.291 formasi. Mereka merupakan pegawai non-ASN guru yang diterima menjadi PPPK. Saat ini total jumlah pegawai ASN di Kota Semarang tercatat ada 9.091 orang terdiri atas PPPK sebanyak 118 orang dan sisanya merupakan pegawai PNS.
Sementara itu, Kepala Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan (BKPP) Kota Semarang, Abdul Haris, menjelaskan pengurangan pegawai kontrak atau non-ASN tersebut dilakukan sedikit demi sedikit. Kebijakan ini disesuaikan dengan perekrutan pegawai ASN baru, baik melalui proses rekrutmen CPNS atau PPPK.
Proses pengkajian terkait beban kerja dan kebutuhan pegawai ASN di Pemkot Semarang tersebut, akan dianalisis oleh Bagian Organisasi Setda Kota Semarang. Selain itu, tahun ini Pemkot Semarang mendapatkan alokasi CPNS sebanyak 1.115 orang dari total 1.241 formasi. Pemerintah diminta tidak mengangkat guru honorer yang bekerja di swasta atau yayasan sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
Sementara itu, Ketua Forum Honorer Sekolah Negeri FHSN Gunungkidul Aris Wijayanto mengingatkan jika hingga kini masih banyak guru honorer di sekolah negeri yang sulit menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Bukan mengangkat honorer swasta, pemerintah dinilai hanya perlu memberikan perhatian khusus saja kepada mereka. “Guru swasta tetap di sekolah swasta dengan pemerintah memberikan perhatian yang layak seperti tunjangan profesi guru,” ungkap dia dalam RDPU di Komisi X DPR-RI, Jakarta, Kamis (20/1/2022).
Aris menuturkan, bagi guru sekolah swasta atau yayasan lebih mudah untuk mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG). Sementara mayoritas guru sekolah negeri merasa kesulitan karena birokrasi yang berbelit. Dia memahami keinginan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim yang ingin memberikan kesempatan yang sama bagi semua guru.
Namun, dia mengingatkan faktanya di lapangan hal tersebut justru sebaliknya. “Kalau guru dari yayasan bisa ikut seleksi tahap 2 dan 3 ini mereka tidak kehilangan pekerjaan. Bisa kembali ke sekolah swasta, kalau tidak lolos. Tapi guru yang di sekolah negeri, kalau tidak lolos bisa kehilangan pekerja,” tutur dia. “Ini justru malah tidak adil. ini ancaman besar kami dari guru sekolah negeri karena bisa tergeser,” sambungnya.
Aris mengatakan guru swasta yang telah dinyatakan lolos seleksi PPPK tahap 2 sebaliknya dikembalikan atau diperbantukan ke asal sekolahnya. Sehingga di sekolah swasta tidak kekurangan guru. Sedangkan guru sekolah negeri yang sudah lolos tetap bisa mengisi formasi. Sementara guru yang belum lolos tidak tergeser posisinya.
Keresahan dan usulan tersebut diakui Aris sudah disampaikan kepada Nadiem pada kesempatan yang berbeda. Dia meminta pemerintah melalui menterinya untuk segera membuat regulasi yang baru dengan segera.
Berbagai hal tersebut sengaja disampaikan kembali kepada Komisi X DPR-RI dengan harapan bisa mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan polemik ini. “Kalau ini kelamaan dan tidak diatasi, ini banyak yang akan kehilangan pekerjaan karena terancam sama swasta tadi. Makanya perlu ada kebijakan dan ini mendesak sekali,” kata dia mengakhiri.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB) menyatakan batas akhir masa penyelesaian tenaga honorer adalah Tahun 2023. Dengan demikian, di Tahun 2024 tidak ada lagi tenaga honorer untuk Aparatur Sipil Negara (ASN). Menurut Plt. Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan Informasi Publik KemenPANRB, Mohammad Averrouce, batas waktu tersebut diatur dalam PP Nomor 49 Tahun 2018, tentang manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) diberikan waktu dari Tahun 2018 hingga 2023. “Sekarang ini masa transisi, jadi di Tahun 2024 baru engga ada (tenaga honorer) sama sekali,” ujar Averrouce kepada MNC Portal Indonesia di Jakarta, Sabtu(22/1/2022).
Mekanismenya, untuk ASN sendiri terdiri dari dua jenis, yaitu PNS dan PPPK. Pihaknya berharap di tahun ini dan tahun sebelumnya terdapat seleksi PPPK yang masih dilaksanakan, sehingga masih ada waktu. “Sebenarnya, istilah tenaga honorer itu sudah tidak ada di peraturan perundang-undangan. Istilah ini terbawa hingga sekarang karena ada program khusus terkait penyelesaian tenaga honorer dari tahun 2004 hingga 2014,” kata Averrouce.
Sampai sekarang, sambung dia, misalnya guru bagian tenaga honorer masih diproses, dan pihaknya juga mendorong untuk tenaga administrasi. “Jadi, secara legalitas formal, istilah tenaga honorer sudah tidak ada, tapi memang ini penyelesaiannya masih berproses termasuk guru, tenaga kebersihan, dan tenaga administrasi,” ungkap Averrouce. Dia menjelaskan, seleksi tetap dijalankan sesuai Undang-Undang ASN.
Pihaknya pun mendorong pemerintah daerah untuk secara komprehensif lagi memotret kebutuhan ASN, baik PNS dan PPPK di lingkupnya. Dia menjelaskan, seleksi tetap dijalankan sesuai Undang-Undang ASN. Pihaknya pun mendorong pemerintah daerah untuk secara komprehensif lagi memotret kebutuhan ASN, baik PNS dan PPPK di lingkupnya.
“Kebutuhannya secara rasional berapa, makanya di tulisan Pak Menteri PANRB, dituliskan juga kita perlu cermat lagi melihat profil kebutuhan sebenarnya,” kata Averrouce. Misalnya, Mendikbud Nadiem Makarim memiliki Program 1 Juta Guru, tapi yang sekarang dimasukkan masih sebanyak 500 ribu-an sebagai formasinya. Memang masih ada kebutuhannya, dan itu yang juga didorong terus menjadi bagian solusi penting penyelesaian tenaga honorer bagian guru. Di 2024, sambung dia, sesuai UU ASN, karena mengamanatkan untuk menjadi ASN, masuknya harus melalui rekrutmen dan seleksi.
“Outsourcing banyak, misalnya tenaga kebersihan, bisa alih daya bisa kontrak sebetulnya. Jadi, sebetulnya yang sekarang kita harus pastikan bahwa ASN dalam manajemen besarnya ada PNS dan PPPK, untuk pimpinan SKPD atau organisasi tingkat daerah kita harapkan sama sekali ngga ngangkat, sudah selesai, di PP 48 tahun 2005 sampai PP 96 tahun 2012 meminta sudah tidak boleh mengangkat, tapi mereka masih ngangkat (tenaga honorer),” tutur Averrouce.
Dia menambahkan, KemenPANRB sudah memiliki sistem nasional yang menghitung betul formasinya pegawainya, tetapi rekan-rekan di daerah perlu dikolaborasikan supaya tidak mengangkat tenaga honorer sembarangan. “Ini yang terjadi, makanya di daerah banyak yang katanya numpuk tenaga honorernya, walaupun mungkin itu tenaga harian lepas, atau outsourcing itu yang dianggap jadi tenaga honorer,” ungkap Averrouce.
Di tingkat pusat pun tenaga honorer jumlahnya sudah sangat sedikit, dan di Kementerian PANRB juga sudah tidak ada. “Karena sudah masuk dalam formasi PPPK, kita menghitung betul pegawai yang kemarin diangkat meski non-PNS, itu nanti harus dimasukkan dalam manajemen besar ASN, di kami sudah tidak ada honorer, sudah sebagian besar masuk seleksi dan tinggal di-upscaling lagi, masih ada waktu 2 tahun untuk diperkuat lagi,” kata Averrouce.
Ketua Tenaga Kependidikan (Tendik) Nasional GTKHNK35 Mohamad Saiful Anam meminta pemerintah mengangkat mereka menjadi PNS. Pengangkatan tendik ini disesuaikan dengan masa kerja honorer yang bukan seumur jagung. “Honorer tendik tidak perlu tes lagi. Langsung diangkat PNS saja,” ucap Mohamad Saiful, Sabtu (22/1).
Dia menilai, pengangkatan tendik menjadi PNS bukan hal baru. Pemerintah pernah melakukannya kepada bidan desa PTT yang diangkat CPNS melalui Keppres. Itu sebabnya GTKHNK meminta memberikan regulasi yang sama untuk tendik. “Bidan PTT usia 35 tahun ke atas bisa menjadi PNS pada 2018, padahal ada UU ASN yang melarangnya. Mereka bisa diangkat PNS karena ada Keppres,” ucapnya.
Saiful Anam melihat hal tersebut bisa diberlakukan kepada honorer tendik karena sejak 2014-2021, tidak ada formasi untuk tendik. Dalam rapat dengar pendapat umum Komisi X DPR RI dengan sejumlah forum honorer pada 20 Januari 2022, Saiful Anam terang-terangan meminta agar para legislator mendukung mereka untuk mendapatkan Keppres PNS tanpa tes.
Jika Keppres itu terlalu mahal, Saiful meminta agar diberikan afirmasi berupa seleksi pemberkasan saja. Tendik honorer tidak perlu dites karena sudah teruji pengabdiannya. “Kami sudah bekerja belasan hingga puluhan tahun. Cukuplah itu sebagai tes bagi kami,’ pintanya. Dia juga berharap Kemendikbudristek menggunakan Dapodik sebagai dasar penetapan honorer tendik yang diangkat menjadi ASN.
Penegasan juga disampaikan Ketua Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer Nonkategori usia 35 tahun ke atas (GTKHNK35 ) Jawa Barat Lina Kurniati. Dia mengatakan pemerintah harus memberikan regulasi yang bisa menjadi dasar pengangkatan honorer tendik menjadi aparatur sipil negara (ASN). Guru dan tendik saling melengkapi. Tidak boleh pemerintah hanya menyelesaikan masalah guru honorer, sedangkan tendik diabaikan.
“Di sini kami menunggu janji Mas Menteri (Mendikbudristek Nadiem Makarim) yang menyatakan berada di sisi honorer,” kata Lina dalam RDPU Komisi X DPR RI, Kamis (20/1).
Ketum Forum Guru Honorer Negeri Lulus Passing Grade Seluruh Indonesia (FGHNLPSI) Heti Kustrianingsih akhirnya bisa bertemu Mendikbudristek Nadiem Makarim. Butuh perjuangan bagi Heti dan kawan-kawannya untuk bertatap muka langsung dengan menteri milenial tersebut. Mereka harus mencegat Nadiem usai rapat kerja Komisi X DPR RI pada 19 Januari 2022. Ending-nya, Heti didampingi pengurus FGHNLPSI menyerahkan dokumen penting dengan harapan bisa dibaca Nadiem.
Heti menyampaikan permintaan guru honorer yang lulus passing grade, tetapi tidak punya formasi untuk diangkat menjadi PPPK tanpa tes lagi. Nadiem menjanjikan akan memperjuangkannya agar guru honorer yang lulus passing grade bisa mendapatkan formasi tahun ini. Namun, seleksi PPPK guru tahap 3 akan digelar karena masih ada guru honorer yang baru bisa ikut tes. Heti menilai dari pembicaraan singkat dengan Nadiem itu, ada pesan yang ditangkap bahwa mereka bisa mendapatkan formasi bila Pemda mengusulkan. Tanpa usulan Pemda, Kemendikbudristek akan sulit mengakomodasi guru honorer yang lulus passing grade.
“Bagaimana kami bisa yakin dengan janji Mas Nadiem. Beliau janji akan memperjuangkan, tandanya belum pasti dapat kan,’ ujarnya. Sementara, lanjut Heti, daerah-daerah mulai memberlakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karena akan masuk CPNS dan PPPK 2021. Heti juga meragukan pernyataan Nadiem bahwa anggaran gaji PPPK 2021 sudah ada di DAU. Nyatanya formasinya cuma sedikit.
“Kalau kepala daerah saja enggak yakin, apa lagi kami guru honorer. Kami jadi korbannya sekarang, karena sampai saat ini sudah lulus dua kali tes, tetapi belum ada formasi juga,” pungkas Heti Kustrianingsih
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih menilai masalah honorer tidak akan tuntas sampai 2023. Menurutnya, ganti periode pemerintahan pun, masalah honorer akan tetap ada. “Enggak akan pernah selesai masalah honorer itu. Jumlahnya justru akan bertambah besar,” kata Fikri kepada JPNN.com, Minggu (23/1).
Dia menyebutkan, penyebabnya karena amburadulnya data honorer. Terlebih, masing-masing instansi punya data honorer, sehinggai sulit mengontrolnya. Kemendikbudristek punya data pokok pendidikan (Dapodik), Kemenag menyediakan Sistem Informasi dan Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan pada Kementerian Agama (Simpatika), BKN memiliki database honorer K2, Kementan punya sendiri, demikian juga instansi lainnya.
Ironisnya kata Fikri, semua data itu tidak diverifikasi validasi (verval) paling tidak selama 8 tahun terakhir. Dari sekian data itu, hanya database honorer K2 di BKN yang sudah dikunci.
Jika hal tersebut dibiarkan, politikus PKS itu sudah membayangkan jumlah honorer akan membengkak. Regulasi berupa PP 48 Tahun 2005 yang menegaskan tidak ada rekrutmen honorer kembali, ternyata tidak ampuh. Sampai saat ini jumlah honorer terus bertambah. “Kalau sistem pendataan seperti sekarang, tidak diverval, tidak update, jumlah honorer akan bertambah 11 kali lipat dari sekarang,” tegasnya.
Kalau sudah begitu, lanjut pria kelahiran 17 Juli 1963 itu, masalah honorer sampai kapan pun tidak akan pernah selesai. Rekrutmen PPPK besar-besaran pun, menurutnya, tidak akan bisa menyelesaikan masalah honorer. Abdul Fikri teringat kejadian beberapa tahun lalu. Pada 2009, pemerintah juga berencana menghapuskan honorer.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo meminta kementerian dan lembaga hingga pemerintah daerah (pemda) tidak lagi merekrut tenaga honorer karena akan merusak penghitungan kebutuhan formasi aparatur sipil negara (ASN).
“Adanya rekrutmen tenaga honorer yang terus dilakukan tentu akan mengacaukan hitungan kebutuhan formasi ASN di instansi pemerintah. Hal ini juga membuat permasalahan tenaga honorer menjadi tidak berkesudahan hingga saat ini,” kata Tjahjo dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu (23/1), dikutip Antara. Tjahjo menegaskan larangan bagi instansi pemerintah untuk merekrut tenaga honorer tersebut juga telah diatur dalam peraturan pemerintah (PP).
“Padahal, dalam Pasal 8 PP Nomor 48/2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil secara jelas telah dilarang untuk merekrut tenaga honorer. Hal ini juga termaktub dalam Pasal 96 PP Nomor 49/2018 tentang Manajemen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja),” jelasnya.
Oleh karena itu, pemerintah memberikan kesempatan bagi seluruh instansi pemerintah, baik di pusat maupun di daerah, untuk menyelesaikan status tenaga honorer hingga 2023. “Instansi pemerintah diberikan kesempatan dan batas waktu hingga tahun 2023 untuk menyelesaikan permasalahan tenaga honorer yang diatur melalui PP,” ujarnya.
Terkait pemenuhan kebutuhan tenaga kebersihan, tenaga keamanan dan pramusaji, hal itu dapat dilakukan dengan menggunakan tenaga alih daya dari pihak ketiga atau outsourcing. Ia mengancam bakal menjatuhkan sanksi bagi instansi pemerintah yang masih merekrut tenaga honorer, baik di kementerian/lembaga maupun pemda. “Oleh karena itu, diperlukan kesepahaman atau pun sanksi bagi instansi yang masih merekrut tenaga honorer,” ujarnya.
Pemerintah menargetkan tenaga honorer bisa selesai di 2023, seperti diatur di PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK. Dalam PP tersebut diatur bahwa pegawai non-PNS di instansi pemerintah masih tetap melaksanakan tugas paling lama lima tahun saat peraturan itu berlaku. Selain itu, di tahun 2022 Pemerintah fokus dalam rekrutmen PPPK untuk memenuhi formasi tenaga pendidik, tenaga kesehatan dan tenaga penyuluh.
Upaya tersebut berkaitan dengan transformasi digital yang dilakukan Pemerintah untuk memberlakukan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) di seluruh instansi pemerintah.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah ( BKD ) Sulsel, Imran Jausi , mengatakan pihaknya belum mendapat petunjuk teknis terkait penghapusan honorer tersebut. Pihaknya baru akan menindak lanjuti perintah tersebut jika ada surat resmi dari pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara Reformasi Birokrasi (MenPAN RB).
“Kita masih menunggu petunjuk teknisnya, apakah betul-betul dibubarkan atau masih wacana, biasanya yang menjadi acuan kita kalau sudah ada surat resmi,” ucapnya, Minggu (23/1/2022).
Kendati demikian, Imran membeberkan Pemprov Sulsel telah melakukan persiapan. Yakni menginventarisir dengan baik data-data pegawai berbasis aplikasi.
Juga mengidentifikasi pekerjaan-pekerjaan honorer yang bakal dialihkan menjadi tenaga outsourcing.
Ada 12 pekerjaan honorer yang berpotensi dialihkan ke outsorcing, beberapa diantaranya cleaning servis, petugas keamanan. Kemudian pramutamu, sopir, pekerja lapangan penagih pajak, penjaga terminal, pengamanan dalam, penjaga pintu air.
“Kebutuhan OPD untuk operator komputer juga belum bisa ditangani ASN, tenaga teknis seperti itu yang sedang kita kaji, apakah bisa menjadi outsorcing,” bebernya.
Tenaga outsourcing merupakan karyawan yang dipasok dari pihak ketiga, Pemprov akan bekerja sama dengan penyedia jasa untuk 12 jenis pekerjaan tersebut. Sementara itu, posisi honorer guru dan tenaga kesehatan masih bisa dianggap aman kata Imran. Sebab alokasi gaji mereka dibebankan kebeberapa komponen, misalnya honorer guru ada yang tercover di APBD, dana bos, bahkan di komite sekolah.
“Samaji juga kalau honorer kesehatan, masih ada harapan, kalau kemampuan BLUD bagus itu dibayar BLUD. Guru dan kesehatan masih ada opsi,” jelasnya. Lain halnya dengan pegawai administrasi, merekalah yang paling terdampak dari kebijakan penghapusan honorer ini. Imran menjelaskan, pihaknya telah membicarakan rencana ini dengan DPRD Sulsel.
Salah satu opsi solusi yang ditawarkan yakni memberikan dan membekali keterampilan berwirausaha bagi para honorer. Sehingga, mereka akan lebih mudah terjun ke dunia baru dan bisa membuka usaha secara mandiri. DPR juga mengusul agar mereka diberi modal usaha, namun kata Imran hal tersebut butuh pertimbangan yang matang mengingat kemampuan keuangan daerah terbatas. Jika penghapusan honorer ini betul adanya, maka pekerjaan mereka akan dilimpahkan ke ASN.
Langkah antisipasi yang telah dilakukan Pemprov Sulsel yakni dengan pengalihan jabatan administrator ke fungsional. “Karena fungsional harus profesional, terukur, jadi termasuk pekerjaan orang, kalau tidak, tidak bisa kredit untuk kenaikan pangkat dan berpengaruh pada TPP,” ulasnya. Diketahui total pegawai ASN di Pemprov Sulsel sebagai 22.763 orang, sementara pegawai kontrak sebanyak 16 ribu. “11 ribu honorer guru, selebihnya kesehatan, administrator, kebersihan, keamanan, dan lain-lain,” tutup Imran.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo meminta instansi pemerintah untuk memberikan penghargaan atau pesangon terhadap tenaga honorer yang tidak melanjutkan tugasnya. “Sedangkan bagi yang tidak melanjutkan diharapkan instansi (kementerian/lembaga/pemda) yang bersangkutan untuk mempertimbangkan pemberian apresiasi dan penghargaan sesuai ketentuan perundang-undangan dan kemampuan instansi masing-masing,” ungkapnya, melalui keterangan resmi, dikutip Selasa (25/1).
Tjahjo mengatakan untuk menyelesaikan tenaga honorer pada 2022 dan 2023 diharapkan instansi melakukan perhitungan analisis jabatan dan analisis beban kerja kembali secara komprehensif. Sehingga, didapat kebutuhan yang objektif baik CPNS maupun CPPPK untuk pemerintah menetapkan jumlah formasi yang dibutuhkan.
“Dengan jumlah kebutuhan yang tepat, diharapkan terbuka ruang untuk tenaga honorer mengikuti seleksi sebagai CPNS maupun CPPPK sesuai formasi yang akan ditetapkan,” imbuh Tjahjo.
Sementara itu, untuk tenaga outsourcing, seperti tenaga kebersihan, pramusaji, satuan pengaman bisa terus direkrut sesuai kebutuhan melalui mekanisme pembayaran tenaga alih daya dengan beban biaya umum.
Sebelumnya, memastikan tidak ada lagi tenaga honorer di instansi pemerintah usai 2023. Kebijakan ini sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja. Dalam beleid itu, pegawai non-PNS di instansi pemerintah masih tetap melaksanakan tugas paling lama lima tahun saat peraturan tersebut berlaku atau 2023. “Terkait tenaga honorer, melalui PP (peraturan pemerintah), diberikan kesempatan untuk diselesaikan sampai dengan tahun 2023,” kata dia.
Tjahjo mengungkapkan status pegawai pemerintah mulai 2023 nanti hanya ada dua jenis, yakni Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan PPPK, di mana keduanya disebut Aparatur Sipil Negara (Red/berbagai sumber).